Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Audrey Yu Jian Hui: Si Jenius yang Jatuh Cinta pada Pancasila

Thomas Harming Suwarta
07/7/2019 19:37
Audrey Yu Jian Hui: Si Jenius yang Jatuh Cinta pada Pancasila
Audrey Yu Jia Hui(Istimewa)

PESAN berantai tentang sosok Audrey Yu Jian Hui, 31, beredar ramai di media sosial karena memiliki segudang prestasi.

Perempuan kelahiran Surabaya 1 Mei 1988 tersebut memiliki nama lengkap Maria Audrey Lukito. Kata dia nama ini dipakai karena pada waktu itu sangat tidak disarankan penggunaan nama-nama Tionghoa.

"Penggunaan bahasa Mandarin di tempat umum mana pun termasuk sekolah, siaran media, radio, dll. Juga dilarang, jadi saya belajar bahasa Inggris, Prancis, dan Indonesia jauh sebelum belajar bahasa Mandarin," tulisnya melalii website pribadinya audreyyujiahui.com.

Mengakui dirinya lahir sebagai anak Jenius, Audrey menganggap itu sebagai kemalangan karena lingkungan sosial belum bisa memahami kelebihannya.

"Saya mengalami kemalangan bahwa dilahirkan sebagai anak ajaib di negara yang sangat mengecilkan pemikiran kritis, di mana warga negara pada umumnya tidak suka berpikir terlalu dalam. Saya mulai mempertanyakan makna hidup sebelum saya memasuki taman kanak-kanak, dan segera menyadari bahwa saya membuat semua orang takut. Jadi saya harus berpura-pura tidak berpikir, seperti yang diharapkan orang, sementara diam-diam menyimpan semua pertanyaan di dalam hati saya," tulisnya.

Baca juga : Jokowi dan Rich Brian, Bahas Musik hingga Lihat Kambing

Ia berkisah saat usia 6 tahun, untuk pertama kalinya dia belajar tentang propaganda nasional dan ideologi politik negara. "Pada saat itulah diam-diam mencoba memahami makna hidup dan kebahagiaan, dan karenanya saya langsung jatuh cinta pada ideologi nasional negara saya (Pancasila)," katanya.

Lahir sebagai anak jenius kata dia banyak dianggap hanya sebagai berkat luar biasa tanpa memikirkan serangkaian tantangan yang justru muncul.

"Sayangnya, saya bukannya hanya terpesona pada pancasila tapi saya juga jatuh cinta pada patriotisme di negara di mana patriotisme sering dianggap palsu, sebagai kepura-puraan belaka. Masalahnya diperparah oleh fakta bahwa orang-orang sebangsaku tidak dapat benar-benar “memberitahu” perbedaan antara orang Indonesia keturunan Tionghoa, budaya Tionghoa itu sendiri, orang-orang yang lahir dan besar di Tiongkok, serta evolusi ideologi Marxis (mis. perbedaan antara Korea Utara dan Marxisme Cina kontemporer). Jadi saya selalu orang luar, tidak pernah dipahami, selalu harus berpura-pura demi kehormatan keluarga saya," tulisnya lagi.

Pada usia 16 tahun Audrey lulus dengan Summa Cum Laude dari salah satu Universitas Terbaik di Amerika Seriktat, The College of William and Mary di Virginia, AS.

"Terlebih lagi, saya tidak pernah kesulitan dalam studi saya. Dalam kehidupan tanpa hubungan manusia yang tulus (bukan karena kurangnya upaya saya; rekan senegara saya tidak bisa memahami ide-ide saya), belajar adalah satu-satunya kesenangan saya," ungkapnya.

Bahkan setelah ia lulus, dia ingin masuk sebagai anggota TNI, sesuatu yang belum pernah dilakukan gadis Tionghoa sebelumnya.

"Yang mengejutkan saya, saya menjadi beban cemoohan dan ancaman dari semua pihak (bahkan dari keluarga saya sendiri), serta pelecehan ras yang tak ada habisnya. Ketika saya mengalami depresi, tidak ada yang peduli untuk memahami faktor-faktor rumit yang menyebabkan saya depresi," tulisnya lagi.

Saat itulah kata Audrey dia mulai menulis. "Saya telah menulis 8 buku yang diterbitkan sejauh ini, 3 di antaranya (yang berhubungan dengan identitas nasional Indonesia) telah diarsipkan oleh berbagai lembaga di seluruh dunia, termasuk Perpustakaan Universitas Harvard, Perpustakaan Kongres Nasional, Perpustakaan Nasional Australia, Universitas Leiden, Universitas Melbourne, Universitas Yale, Universitas Cornell, UC-Berkeley dan banyak lainnya," katanya.

Terlepas dari semua ini, Audrey masih dipandang sebagai "gadis yang didorong ke kegilaan oleh orang tuanya yang memaksa" oleh rekan-rekan sebangsanya.

Baca juga : Makna Lukisan Mural di Rumah 'Benteng' Chris Hemsworth

"Saya bahkan dilecehkan oleh berbagai pemimpin agama (dalam pencarian saya akan makna, secara alami saya beralih ke agama di awal kehidupan, hanya untuk dilecehkan oleh orang-orang ini). Di negara di mana nasionalisme hanya sedalam kulit, para pemimpin agama memegang banyak kekuasaan, dan banyak dari mereka (sayangnya) tidak dapat menangani kekuatan itu dengan baik," katanya lagi.

Tiga tahun lalu, dia mulai bekerja di Tiongkok, di mana untuk pertama kalinya dalam hidup, tidak ada yang menggertak karena patriotismenya, atau untuk pandangannya, atau karena menjadi orang Tionghoa (secara alami).

Kini dia bekerja secara formal di sekolah Shanghai New Channel, mengajar sastra Inggris dan mempersiapkan siswanya untuk mengikuti tes SAT. Selaim itu dia juga bekerja secara informal di berbagai lembaga pendidikan seperti Shanghai Jiaotong University, DS Education, dan U-Elite Shanghai.

"Sebelum datang ke Shanghai, saya bekerja (magang) sebagai penerjemah dan guru bahasa Inggris di Buhlergroup Changzhou,' ujarnya.

Bagi Audrey, peziarahan hidupnya adalah sebuah perjalanan menuju Kerajaan Cinta. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya