Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
RANCANGAN Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) gagal disahkan dalam masa persidangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019. Pasalnya, RUU PKS tidak termasuk dalam empat RUU prioritas yang akan diselesaikan pada sisa persidangan beberapa bulan ke depan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pun menyesalkan hal itu karena undang-undang amat dibutuhkan untuk menjamin penanganan korban kekerasan dan perlindungannya.
“Nasib RUU PKS ini sudah terkatung-katung selama lima tahun,” kata Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, di Jakarta, Rabu (29/5).
Ia menduga masih belum jelasnya nasib RUU PKS yang sebenarnya masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 itu lantaran polemik yang muncul belakangan ini. Draf beleid yang digagas Komnas Perempuan itu oleh sebagian kalangan dituding kebablasan, dituduh prozinah, bahkan dianggap tidak sejalan nilai agama.
Namun, Mariana menegaskan tuduhan tersebut tidak tepat karena RUU sejatinya berdiri untuk kepentingan seluruh kaum perempuan yang masih rentan menjadi korban kekerasan seksual. Menurutnya, nilai-nilai agama pun memuliakan kaum perempuan.
Ia berharap, DPR periode selanjutnya bisa mengesahkan RUU PKS. Pada saat yang sama, keanggotaan para komisioner Komnas Perempuan juga akan berakhir dalam waktu dekat.
“Tantangan Komnas ke depan ialah mengawal RUU PKS hingga disahkan. Tantangan itu akan semakin berat dalam kondisi politik saat ini yang telah terpolarisasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Panja RUU PKS dari Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menjanjikan, RUU PKS akan dibahas setelah pilpres. Kegaduhan muncul di antara fraksi DPR hingga mencuatnya petisi penolakan RUU PKS di laman daring. Penolakan muncul karena RUU PKS dinilai permisif terhadap praktik perzinahan dan malah membuka peluang praktik seks bebas.
Selain kegaduhan di ruang publik, DPR juga menyadari masih ada sejumlah pasal yang akan bergesekan dan memiliki tafsir ambiguitas dengan undang-undang lain, seperti UU Perkawinan. (Dhk/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved