Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Suntikan APBN Opsi Terakhir, BPJS Diminta Tanggulangi Defisit

Indriyani Astuti
27/5/2019 22:19
Suntikan APBN Opsi Terakhir, BPJS Diminta Tanggulangi Defisit
menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja gabungan dengan komisiIX soal BPJS Kesehatan(Antara/Indrianto eko Suwarso)

DEFISIT berkelanjutan yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS0 Kesehtaan belum akan ditanggulangi lewat suntikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam waktu dekat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, BPJS Kesehatan harus membuat rencana dan aksi untuk mengurangi defisit sebesar Rp9.4 triliun yang kini dialami BPJS Kesehatan.

Sejumlah hal yang bisa dimaksimalkan, lanjut Menku ialah dengan mengikuti hasil rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait peserta non-aktif yang masih dibiayai dana kapitasi mengendap, pencegahan fraud, dan penagihan pada peserta yang menunggak.

"Kami ingin ini diupayakan dahulu yang memang ada di bawah kewenangan dari BPJS Kesehatan dan ada di bawah kontrol Menteri Kesehatan. Kalau sampai Desember 2019 belum bisa ditutup dana Rp9,4 tiliun ini, baru kami akan menambah lagi (dana ke BPJS Kesehatan) dengan APBN," terang Menkeu dalam rapat dengar pendapat umum bersama  Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) di Komisi IX, Kompleks Parlemen, Jakarta,  Senin (27/5).

Menkeu menegaskan pihaknya keberatan menjadi pembayar pertama untuk kekurangan biaya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Baca juga : BPJS Kesehatan Minta Ada Intervensi Penyesuaian Tarif Atasi Defisit

Pemerintah bersedia memberikan dana talangan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) apabila semua upaya sudah dilakukan oleh Menteri Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan pemerintah daerah.

"Ini kayaknya paling mudah minta ke Menteri Keuangan," cetus Menkeu.

Setelah rencana dan aksi dilakukan untuk menutup kekurangan biaya JKN-KIS, pada Desember 2019, terang Menkeu, Kementerian Keuangan akan meminta BPKP kembali melakukan audit BPJS Kesehatan.

Tujuannya untuk mengidentifikasi persoalan penyebab defisit dikarenakan manajemen arus kas atau defisit karena masalah struktural.

Apabila diketahui defisit karena manajemen arus kas, menurut Menkeu perlu ada penyesuaian tarif, tetapi jika diketahui defisit disebabkan karena masalah struktural maka harus diatur kembali manfaat untuk peserta dan minimalisasi fraud (kecurangan) yang terjadi di fasilitas kesehatan sehingga mengakibatkan inefisiensi biaya.

Meski demikian, Menkeu sepakat bahwa perhitungan aktuaria iuran harus ditinjau kembali dengan memerhatikan komposisi demografi iuran yang harus dibayar setiap segmen peserta.

"Peserta yang membuat defisit itu siapa. Bukan dari PBI tapi justru dari segmen lain. Kalau kepatuhan tidak ditegakkan, tidak menyelesaikan masalah fundamentalnya. Sudah diidentifikasi, untuk peserta segmen PBI tidak mengalami defisit karena klaim masih rendah. Jadi ini seperti PBI mensubsidi peserta non PBI," papar Menkeu. Pemerintah bersikeras bahwa sudah membayar iuran peserta JKN-KIS segmen penerima bantuan iuran (PBI) sesuai dana yang dibutuhkan.

Dari hasil audit BPKP, ditemukan untuk kepesertaan, ada 50 ribu lebih badan usaha yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan 528.000 lebih karyawan yang belum dilaporkan pemberi kerja.

Sehingga ada potensi peserta baru. Selain itu, ada 10 juta jiwa lebih yang Nomor Induk Kependudukan (NIK) diketahui ganda.

"Kalau dilihat lebih jauh lagi, ini tampaknya peserta segmen bukan penerima upah," kata Kepala BPKP Ardan Adiperdana.

Karena itu, BPKP meminta agar  proses perekaman dan pemeliharaan database peserta perlu ditingkatkan oleh BPJS Kesehatan.

Mengenai  inefisiensi biaya, BPKP juga menemukan pembayaran klaim  untuk rumah sakit, menggunakan tarif kelas rumah sakit yang lebih tinggi. Jumlahnya sebesar Rp819 miliar dari 94 rumah sakit di 14 provinsi.

Pimpinan Komisi IX Dede Yusuf Macam Effendy meminta agar ada penyelesaian terkait defisit BPJS Kesehatan agar tidak berlarut-larut. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik