Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Konflik Agraria Perlu Pendekatan HAM

Media Indonesia
15/5/2019 09:45
Konflik Agraria Perlu Pendekatan HAM
Komisioner Komnas HAM Amiruddin (kiri) didampingi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika(MI/Susanto)

DALAM mengusut konflik pertanahan atau agraria, pemerintah diminta untuk mengedepankan perspektif hak asasi manusia (HAM) dalam penyelesaiannya.

Wacana tersebut digaungkan dalam diskusi yang menghadirkan sejumlah pegiat HAM dan lingkungan hidup di Gedung Komnas HAM, kemarin.

Menurut Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, konflik agraria merupakan cerminan dari adanya situasi ketimpangan struktur agraria.

Dewi menilai terus bergulirnya konflik agraria sampai saat ini disebabkan sistem ekonomi politik agraria di Indonesia yang pada penerapannya sangat kapitalistis dan liberalistis sehingga menghilangkan fungsi sosialnya, yakni tanah hanya dianggap barang komoditas yang dapat diperjualbelikan.

"Seharusnya tanah itu benar-benar diproteksi karena itu bagian dari hak konstitusi warga negara Indonesia termasuk masyarakat-masyarakat yang termarginalkan,"ujar Dewi.

Sementara itu, menurut aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi, konflik agraria yang terus bertumbuh di Indonesia disebabkan perampasan tanah berbarengan dengan negara menggunakan kekuasaannya.

"Dalam perampasannya menggunakan kekuasaan, tetapi dalam proses penyelesaiannya mendorong legal formal hukum. Jadi dua tindakan yang berbeda," terang Zenzi.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin menyatakan apresiasinya atas upaya pemerintah mengakselerasi penyelesaian konflik agraria. Misalnya, dengan mengadakan rapat kabinet terbatas (ratas) pada 3 Mei 2019 dan dikeluarkannya Perpres Nomor 86 Tahun 2018.

Meskipun demikian, Amiruddin mengatakan pemerintah harus mampu menjawab pemenuhan hak warga negara dalam menangani konflik agraria agar masalah penyelesaian tanah tidak menimbulkan masalah baru lagi.

"Perlu diperhatikan bahwa penyelesaian itu tidak sekadar selesai di atas kertas, tapi betul-betul selesai dengan memenuhi hak-hak dari mereka yang sudah dirugikan, yaitu pemenuhan kembali hak-hak mereka, supaya rakyat itu yakin betul bahwa HAM bisa terlindungi dalam proses," ujar Amiruddin

Sementara itu, menurut Dewi, penyelesaian konflik agraria perlu adanya konsensus nasional reforma agraria yang utuh dan komprehensif yang melingkupi seluruh lintas sektor pemerintah. (*/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya