Batan Kembangkan Obat Pereda Nyeri Kanker

Widjajadi
03/3/2019 07:45
Batan Kembangkan Obat Pereda Nyeri Kanker
(MI/Widjajadi )

PENGIDAP kanker sekarang dapat bernapas lega seiring keberhasilan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengembangkan dan sekaligus memproduksi obat radiofarmaka yang diberi label Samarium (Sm) 153 EDTMP.

Obat ini, menurut Kepala Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Rohadi Awaludin, merupakan produk penelitian Batan yang bermanfaat di dunia kesehatan, khususnya sebagai obat terapi paliatif atau penghilang rasa sakit pada penderita kanker.

"Untuk mengurangi rasa sakit itu secara konvensional mereka biasanya menggunakan obat-obatan analgesik atau penghilang rasa sakit seperti morfin. Namun, hal ini tidak bertahan lama, sedangkan apabila mengunakan Sm 153 EDTMP ini bisa bertahan 1-2 bulan," kata dia pada acara bincang sehat di Hotel UNS Inn, Solo, kemarin.

Obat ini tidak menimbulkan efek ketagihan dan fly seperti menggunakan morfin sehingga penderita kanker dapat beraktivitas dengan normal. Produk Sm 153 EDTMP dikerjasamakan dengan PT Kimia Farma untuk dipasarkan ke rumah sakit agar dapat dimanfaatkan masyarakat luas.

Batan, lanjut Rohadi, jauh sebelumnya juga berhasil mengembangan kit radiofarmaka MIBI yang digunakan untuk mendeteksi fungsi jantung, kit radiofarmaka MDP yang difungsikan untuk mengetahui adanya kanker tulang primer dan metastase tulang, dan kit radiofarmaka DTPA untuk mengetahui fungsi ginjal, serta MIBG bertanda I-131 untuk terapi kanker neuroendokrin.

Dalam memproduksi radiofarmaka, Batan masih menghadapi beberapa kendala karena sifat radioaktif memiliki waktu paruh yang pendek. Akibatnya, produk harus segera digunakan setelah dibuat dan tidak disimpan dalam waktu lama.

"Untuk itulah, diperlukan perencanaan produksi yang sangat cermat dengan memperhatikan sarana pengangkutan yang cepat, khususnya untuk daerah luar Jakarta. Saat ini produksi radiofarmaka dilakukan di Jakarta," jelasnya.

Lebih jauh, dia paparkan, agar produk radiofarmaka ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya, fasilitas kedokteran nuklir di Indonesia harus diperbanyak. Saat ini baru ada 14 fasilitas kedokteran nuklir.

Manager Pengembangan Bisnis Organik, Kimia Farma, Wida Rahayu, berharap produk radiofarmaka Batan mampu bersaing dengan produk impor. Selain itu, yang terpenting ialah kontinuitas ketersediaan produk dan stabilitas harga dapat dijaga.

Ke depan diharapkan muncul produk inovatif bidang kesehatan dari hasil penelitian dan pengembangan antara Batan dengan Kimia Farma."Diperlukan peningkatan kapasitas dan kualitas produk serta membuat strategi agar radiofarmaka terjamin.(WJ/N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya