Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
MENURUT analisis independen dari NASA dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), 2018 merupakan tahun keempat terpanas sejak 1880 setelah 2016, 2017, dan 2015. Para ilmuwan di Institut Studi Antariksa Goddard NASA (GISS) di New York mengatakan suhu global pada 2018 lebih hangat 1,5 derajat fahrenheit (0,83 derajat celsius), atau lebih hangat daripada rata-rata suhu pada 1951 hingga 1980. Para ilmuwan independen di Berkeley Earth menghitung suhu rata-rata tahun lalu ialah 58,93 derajat (14,960 celsius).
Direktur GISS, Gavin Schmidt, mengatakan 2018 merupakan tahun yang sangat hangat, di atas tren pemanasan global dalam jangka panjang. Sejak 1880-an, suhu permukaan global rata-rata telah meningkat sekitar 2 derajat fahrenheit (1 derajat celsius). Pemanasan tersebut sebagian besar didorong peningkatan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain ke atmosfer yang disebabkan aktivitas manusia.
Menurut Schmidt, peningkatan suhu tersebut berkontribusi pada musim kebakaran yang lebih lama dan beberapa peristiwa cuaca ekstrem. Selain itu, dampak pemanasan global jangka panjang sudah dirasakan, di antaranya banjir pantai, gelombang panas, curah hujan yang intens, dan perubahan ekosistem. (Sciencedaily/*/Rkp/L-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved