DPR Nilai Sistem Penanganan Bencana Gempa Terpadu Urgen

Aries Wijaksena
04/2/2019 14:16
DPR Nilai Sistem Penanganan Bencana Gempa Terpadu Urgen
(Antara Foto/Irwansyah Putra)

DIAPIT oleh tiga lempeng tektonik plus lebih dari 200 sesar aktif menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara rawan bencana gempa. Sepanjang 2018, BMKG mencatat ada 11.577 gempa bumi dan 23 diantaranya berdaya rusak cukup parah, seperti yang menimpa wilayah Palu- Donggala (Sulawesi Tengah) beberapa waktu lalu.

Kondisi geografis Indonesia yang rawan  bencana itu mendapat sorotan khusus dari anggota DPR merangkap Ketua Fraksi Nasdem, Ahmad HM Ali. Penanggulangan bencana gempa menurut Ali penting mendapat perhatian lebih dari seluruh elemen masyarakat, begitu pula pemerintah.

"Bencana gempa Palu menyadarkan saya betapa penanganan bencana gempa ini masih centang perenang dan jauh dari kata beres,” ucapnya, Senin (4/2).

Menurut Mat Ali – panggilan akrabnya – penanggulangan bencana gempa di Indonesia menuntut pengelolaan yang lebih sistemik dan terpadu, tidak hanya terkait dengan mitigasi risiko, tetapi juga manajemen bencana (disaster management).

“Semacam protokol penanganan bencana gempa yang lebih menyeluruh dan terpadu. Indonesia perlu belajar banyak dari negara-negara lain yang mampu menangani gempa dengan baik," kata Ali.

Baca juga: Pembangunan Baru di Sulteng Perlu Visi Kerawanan Bencana

Ia mencontohkon Chile yang pernah diluluhlantakkan gempa bumi kemudian mengambil langkah strategis dengan melahirkan "Chile prepares", sebuah kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur sistem penanganan bencana gempa yang sangat baik.

Tiga tahun lalu, saat Chile diterjang gempa berkekuatan 8,3 SR yang disusul tsunami, hanya dalam hitungan menit otoritas Chile berhasil mengevakuasi 1 juta warganya. Dengan kekuatan gempa sedahsyat itu, korban meninggal hanya 13 orang.

"Bandingkan dengan gempa di Indonesia yang bermagnitudo lebih rendah, namun korban yang jatuh jauh lebih banyak," ujarnya.

Ali menyebut Jepang dan Meksiko merupakan dua negara rawan gempa lainnya yang juga unggul dalam sistem mitigasi gempa dan disaster management, berupa alarm pendeteksi gerakan seismik yang mampu memberi waktu lebih dari satu menit kepada warga untuk menyelamatkan diri serta penerapan konstruksi tahan gempa yang konsekuen.

Dengan sistem penanganan bencana gempa yang terpadu, Mat Ali yakin korban dan dampak dapat diminimalisir. Ia menekankan pentingnya sistem logistik kedaruratan bencana sebagai bagian integral dari sistem penangangan gempa terpadu.

“Pengalaman gempa Palu, banyak korban ditemukan di bawah reruntuhan yang seharusnya dapat diselamatkan.  Namun, karena keterbatasan dan keterlambatan alat berat, membuat proses evaskuasi terhambat dan nyawa mereka tak tertolong. Belum lagi persoalan distribusi bantuan makanan dan obat-obatan yang kacau terkait titik evakuasi yang tak terorganisasi baik," tukasnya.

Persoalan-persoalan tersebut menurutnya berpangkal pada belum adanya keseriusan membangun sistem logistik kedaruratan bencana. Oleh karenanya ia mengusulkan Palu menjadi pilot project penerapan sistem penanganan gempa terpadu.

"Bukan hanya karena Palu baru saja mengalami gempa dan tsunami parah, tetapi karena status Sulawesi Tengah sendiri tercatat sebagai wilayah rentan gempa karena keberadaan sesar Palu Koro," imbuh Ali.

masalahnya pengetahuan, data dan informasi mengenai sesar ini masih terbilang minim, padahal sesar Palu-Koro ini adalah salah satu sesar aktif yang pergerakannya bisa mencapai 44 milimeter setahun. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya