Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
TIDAK sulit menemukan lokasi kedai kopi satu ini. Terletak di pinggir Jalan Abdullah Syafei, Tebet, Jakarta Selatan.
Sepintas kedai kopi bernama Kopi Kina ini mirip rumah tinggal. Jendela-jendala kecil dari bangunan berbentuk persegi panjang ini tertutup gorden-gorden kecil.
Aroma kopi tercium hingga jalanan dari cerobong asap di pojok ruangan saat proses roasting biji kopi dilakukan. Mengundang orang yang lewat untuk mampir menyeruput secangkir kopi. Suasana klasik yang didominasi warna cokelat kayu menjadi ciri kedai yang menyajikan beragam kopi dari seluruh Indonesia.
Seperti yang dilakukan Tina, 27. Warga Pasar Manggis ini sudah lebih dari enam kali datang ke Kopi Kina. Ia mengaku suka mencicipi berbagai jenis kopi yang disediakan, seperti kopi Aceh, Lampung, Papua, dan Toraja.
"Di sana tempatnya unik dan terkesan klasik. Kopinya juga lengkap, mau pilih kopi apa saja dari berbagai daerah di Indonesia biasanya ada, jadi bisa coba-coba. Kita juga bisa nanya tentang pengetahuan kopi pada baristanya," ujar Tina kepada Media Indonesia, Jumat (18/1).
Rasa kopi yang enak pun diakui Adi, 30. Sayangnya, meski menyukai rasa kopinya, warga Setiabudi ini kurang menyukai tempatnya yang terbilang sempit. Kenikmatan kopi di Kopi Kina pun disukai Wahyu, 33, pengunjung dari Cawang, Jakarta Timur, yang mengaku baru dua kali berkunjung ke Kopi Kina. Karena baru belajar menikmati kopi, ia memesan kopi susu.
"Saya pesan kopi susu, tapi ini rasanya enak sekali, berbeda dari kopi susu yang biasa saya minum. Kalau kopi hitam, biasanya saya ngopi sachetan saja," ujar Wahyu.
Ragam pilihan kopi itu bukan tanpa sebab. Sesuai dengan namanya Kopi Kina yang merupakan singkatan Kopi Indonesia. Sang pemilik Cornelius Swangga, 30, membuka kedai pada 2013 ini menyediakan 30-50 jenis kopi dari Aceh hingga Papua. Semua pasokannya didatangkan dari para petani di seluruh Indonesia.
"Tapi kita juga bergantung pada musim, jadi untuk ketersediaan jenis kopi pada tiap periode selalu berubah menyesuaikan masa panen kopi di petani," tutur Swangga saat ditemui Media Indonesia di Kopi Kina, Senin (14/1).
Seperti saat itu, stok kopi yang tersedia antara lain arabika Jambi, arabika Sungai Penuh, arabika Toraja, arabika buntu pepasan, dan arabika Sunda Ciwangi, sedangkan jenis robusta ada Temanggung dan Lampung. "Sekarang masih awal tahun, ekspedisi masih sulit sehingga hanya tersedia beberapa jenis kopi saja. Tapi biasanya rata-rata bisa 30-an jenis," kata Swangga.
Geologis
Sebelum berbisnis kopi, Swangga berprofesi sebagai geologis. Karena pekerjaannya, ia harus mengunjungi berbagai daerah di Indonesia. Saat perjalanan itu, ia berkenalan dengan beragam kopi di Tanah Air. Perkenalannya itu memacunya berbisnis kopi, tidak semata mencari keuntungan, tapi juga memberikan pengalaman berbeda bagi penikmat kopi.
Sebelum merealisasikan niatnya, Swangga belajar tata cara menyeduh kopi dari ahli kopi. Layaknya kedai kopi lainnya di Kopi Kina menggunakan teknik manual brew dan mesin espreso. Setelah mempelajari metode yang tepat, Swangga akhirnya membuka kedai kopi dengan modal Rp125 juta. Modal itu untuk pengadaan kopi, peralatan seduh, mesin roasting, dan sewa tempat.
"Tiga tahun pertama saya kelola sendiri sambil tetap bekerja di tempat lama. Ketika itu kopi murni belum booming seperti sekarang. Seiring berkembangnya usaha, saya mulai fokus pada kopi dan keluar dari pekerjaan. Sekarang sudah ada tim yang membantu mengelola usaha," tutur Swangga.
Awal merintis kedai Kopi Kina, diakui Swangga, amat sulit. Ia merasa beruntung banyak influencer yang datang dan mempromosikan kedainya melalui media sosial. Pasalnya, kebanyakan tamu yang datang bekerja di sekitaran Tebet, Cawang, hingga Kuningan. Mereka mampir rehat untuk sekadar ngopi, melepas penat.
Tiga lini
Saat ini, bisnis kopi yang dikelola bapak satu anak ini berkembang dalam tiga lini bisnis, yakni kedai kopi, suplai kopi ke beberapa jaringan ritel, dan produksi mesin roasting kopi dengan merek Mad Max Machinary. Omzet dari tiga lini ini mencapai Rp700 juta hingga Rp 1miliar per bulan.
"Dasarnya memang saya suka ngopi, lalu melihat ada peluang bisnis besar dan bagus, jadi saya jalan di bisnis ini," ujar Swangga.
Harga secangkir kopi di kedai yang beroperasi dari pukul 10.00 WIB-02.00 WIB ini berkisar Rp25 ribu hingga Rp45 ribu per gelas. Penjualan kopi dari kedainya mencapai 100 kilogram (kg) per bulan.
Jumlah itu hanya 2% dari total penjualan kopi untuk jaringan ritelnya yang mencapai 10 ton roasted bean per bulan, sedangkan mesin roasting kopi dijual Rp450 juta per unit, dalam sebulan bisa terjual 3-5 unit di Indonesia.
Sayangnya, Swangga mengaku belum siap untuk melakukan ekspor. Pasalnya, kebutuhan kopi dalam negeri masih cukup banyak peminatnya.
"Kendala di bisnis kopi ini sampai sekarang adalah kesulitan mendapatkan bahan baku kopi dalam jumlah besar secara kontinu, terutama jenis arabika. Soalnya, tergantung hasil panen dari petani," tutur Swangga. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved