Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Bansos Rastra Siap Bertransformasi ke BPNT

MI
14/12/2018 15:10
Bansos Rastra Siap Bertransformasi ke BPNT
(Dok. Kemensos)

HASIL evaluasi penyaluran bantuan sosial pangan berupa Bansos Rastra dan BPNT pada tahun 2018 dinilai efektif dan membantu kebutuhan keluarga kurang mampu. Hal itu terungkap dalam seminar Hasil Evaluasi Bantuan Sosial Pangan 2018 yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial, di Hotel Merapi Merbabu, Yogyakarta, Rabu (12/12).

“Hasil di lapangan cukup baik, masyarakat puas. Masalah ketepatan sasaran, kuantitas, harga, manajemen, dan waktunya sudah bisa teratasi,” kata Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kemensos, Andi ZA Dulung.

Menurut Dirjen PFM Kemensos, evaluasi yang dilakukan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta akan menjadi bahan pelaksanaan Bansos Pangan 2019.

Pada seminar tersebut, hadir sebagai pembahas Direktur Penanganan Fakir Miskin Perkotaan Kemensos Mumu Suherlan, Direktur Penanganan Fakir Miskin Pedesaan Kemensos Naziarto, Inspektur Bidang Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Kemensos Hasbullah, Kepala Biro Perencanaan Adhy Karyono dan Istiana Herawati selaku peneliti.

Evaluasi Bansos Rastra
Istiana yang juga Ketua Tim Evaluasi Bansos Pangan 2018 menjelaskan, kegiatan evaluasi Bansos Rastra tahun 2018 dilaksanakan di 15 Provinsi dengan sampel 16 kota/Kabupaten yang meliputi Wilayah I (Provinsi Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat), wilayah II (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur), dan wilayah III di Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat.

Evaluasi program Bansos Rastra melibatkan 720 responden terdiri dari unsur koordinator, pelaksana, dan KPM. Unsur koordinator atau lebih dikenal dengan Tim Koordinasi (Tikor) Bansos Pangan kabupaten/kota terdiri dari Penanggungjawab (Bupati/Wali kota), Ketua (Sekretaris Dae-rah), Sekretaris (Kepala Dinas Sosial) dan beberapa unit kerja terkait, seperti pimpinan Bappeda selaku Sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK),  Organisasi  Perangkat  Daerah  yang  membidangi  urusan  pangan,  Badan Pusat Statistik, dan instansi terkait lain.

Secara umum, ucap Istiana, program Bansos Rastra 2018 berjalan bagus dan tergolong efektif karena benar-benar bisa langsung dirasakan masyarakat. “Secara umum program Bansos Pangan bagus, hasilnya di atas 90%,” katanya.

Istiana menjelaskan, skor penilaian dalam kisaran 40%-100% dengan rincian: 86%-100% (sangat efektif), 70%-85% (efektif), 55%-70% (cukup efektif), 40%-55% (tidak efektif), dan di bawah 40% (sangat tidak efektif).

Dari sisi aspek input, menyangkut sumber daya manusia (SDM), prosedur, sarana, dan anggaran, baik Bansos Rastra di wilayah I, II, dan III, secara umum sudah sangat efektif. “Program sudah didukung SDM yang kompeten, sarana, dan prasarana memadai, tapi aspek pendanaan masih perlu mendapat perhatian lebih,” katanya.

Sementara itu, ketercapaian indikator kinerja utama (IKU) Bansos Pangan 2018, menurut Istiana, sudah memenuhi harapan ketepatan sasaran, harga, jumlah, kualitas, waktu, administrasi, dan manfaat dengan baik. Hal itu ditunjukkan dengan nilai yang tinggi pada Bansos Rastra 80,03% KPM puas.

Evaluasi BPNT
Terkait BPNT, B2P3KS juga melakukan penelitian. Disebutkan bahwa hasil penelitian dari aspek context (kebijakan, tujuan dan dukungan daerah serta pihak terkait), program BPNT tergolong dalam kategori efektif.

Penyebabnya, karena secara umum program BPNT memiliki payung hukum dan tujuan yang jelas serta diterima di semua daerah yang menjadi sasaran program.

Evaluasi BPNT melibatkan 34 kota/kabupaten dengan rincian: Wilayah I yaitu Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kota Medan, Kota Bengkulu, Kota Solok, Kota Palembang, Kota Tanjung Pinang, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kota Bandung, Kota Bogor, Kabupaten Garut, dan Kota Cirebon; Wilayah II meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Jakarta Utara, Kota Pekalongan, Kota Salatiga, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Tabalong, Kota Banjarmasin, Kota Denpasar, dan Kota Kupang; dan Wilayah III meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Bojonegoro, Kota Makassar, Kabupaten Bone, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kota Ternate. Evaluasi program BPNT ini melibatkan 1.529 responden.

Dari sisi input, program BPNT memiliki SDM, sarana-prasarana, dan prosedur serta aturan yang secara umum sangat efektif, namun pada dari sisi pendanaan masih kurang optimal. Aspek pendanaan pada ketiga wilayah tidak ada yang tergolong sangat efektif, pendanaan di wilayah II berada di kategori efektif, sedangkan di wilayah I dan III cukup efektif.

Kendala khusus pada aspek input antara lain kurangnya koordinasi antara tim koordinasi dan pendamping serta pihak bank terkait penyaluran BPNT dan adannya kekurangan sarana E-warong, khususnya mesin EDC dan ketersediaan kertas struk transaksi untuk bukti penyaluran bantuan.

Sementara dari aspek proses, pelaksanaan program BPNT secara keseluruhan sudah sesuai dengan pedoman umum dengan wilayah II dalam kategori sangat efektif dan wilayah I dan III tergolong kategori efektif. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian lebih yakni pada proses persiapan (koordinasi), pemutakhiran data, edukasi dan sosialisasi, dan layanan pengaduan dari beberapa pihak terkait.

Sedangkan dari aspek produk, Ketercapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) di semua wilayah tergolong sangat tinggi (sangat efektif), yakni rerata 89,78%.Hal itu mengindikasikan bahwa secara keseluruhan program BPNT sudah sangat baik/efektif seperti yang diharapkan (tepat sasaran, harga, jumlah, kualitas, waktu, administrasi, dan manfaat).

Hasilnya menyebutkan, efektivitas penyaluran BPNT dari aspek tujuan, legalitas dan dukungan daerah, masing-masing mendapatkan angka di atas 90%.Sebagai contoh untuk aspek tujuan di wilayah I meraih angka 98,67%, wilayah II 98,52%, dan wilayah III 97,91%.

Rekomendasi
Meski sudah efektif dan memiliki nilai kepuasan 80%, menurut Istiana, pemerintah masih perlu meningkatkan dan memperbaiki program tersebut agar lebih baik dan menjadi lebih sangat efektif. “Kalau diperbiaki lagi, pasti lebih bagus lagi hasilnya,” kata Istiana.

Salah satu yang menjadi rekomendasi B2P3KS ialah melakukan penguatan tim koordinasi (Tikor) di lapangan karena tim evaluasi B2P3KS menemukan belum berfungsinya Tikor di lapangan. “Kalau di luar Jawa kendala geogarfis juga berpengaruh, misalnya, sinyal. Pengaruhnya besar karena akhirnya tidak bisa berkordinasi terkait dengan blankspot,” katanya.

Mumu Suherlan mengaku mendapat masukan berharga dari hasil evaluasi B2P3KS terkait dengan evaluasi program Bansos Pangan 2018. Menurutnya, hasil tersebut bisa menjadi cambuk bagi pemerintah darah untuk lebih giat dalam membantu pelaksanaan bansos pangan.

Beralih ke BPNT
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung mengatakan, banyak daerah yang sudah menyatakan siap mentransformasi penyaluran bantuan dari Rastra ke bantuan pangan nontunai (BPNT). “Banyak daerah menyatakan siap, walau di awal tidak pernah merasa siap,” katanya, seusai menghadiri seminar Evaluasi Bansos BPNT Tahun 2018 Wilayah 3 Kemensos, di Kota Bandung, Jumat (7/12). Acara tersebut bertajuk Tercapainya 6T dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Bansos Pangan.

Andi ZA Dulung menargetkan, awal tahun depan semua daerah sudah siap menyalurkan BPNT kepada warga penerima PKH. Penyaluran bantuan melalui anjungan tunai mandiri (ATM) ini diyakini lebih mudah jika dibandingkan dengan Rastra.

“Jauh lebih bagus karena keuangan bank lebih mudah daripada beras,” katanya.

Selain itu, menurutnya, masyarakat penerima pun merasa lebih senang diberi BPNT karena lebih fleksibel dalam penggunaannya. Jika diberi Rastra, mereka otomatis hanya akan mendapat beras. Padahal, kebutuhan pangan setiap keluarga belum tentu sama dan tertuju pada komoditas itu.

“Dalam program (BPNT) ini ada konsep memberi kebebasan. Mau beli beras, telur, diberi kebebasan.Kalau beras (rastra), kamu mau ini ya terima,” katanya.

Tak hanya itu, dengan BPNT pun menunjukkan adanya upaya pengenalan perbankan kepada keluarga menengah ke bawah itu. Selama ini, menurutnya penerima PKH banyak yang tidak mengenal sistem perbankan sama sekali. “Ini kan sama dengan mengenalkan mereka ke perbankan. Yang awalnya tidak tahu ATM, sekarang mau enggak mau harus kenal,” katanya.

Karenanya, dengan dilaksanakannya BPNT ini, lanjutnya, para pendamping PKH harus lebih aktif dalam mendampingi penerima. “Di situlah pendamping harus aktif karena mereka sangat tergantung pada pendampingan itu,” katanya. (FU/BY/S1-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya