Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Rela Berhimpitan di Kereta demi Sebuah Reuni

Zubaedah Hanum
02/12/2018 18:50
Rela Berhimpitan di Kereta demi Sebuah Reuni
(MI/Zubaedah Hanum)

HAMPIR dua puluh menit kereta jurusan Bogor-Jatinegara tertahan di pintu masuk Stasiun Manggarai, Minggu (2/12) siang. Pendingin udara di dalam kereta seperti tidak berfungsi karena yang terasa hanyalah hawa pengap.

Seorang anak bayi menangis merasakan derita pengapnya udara di dalam gerbong pertama kereta itu. Sementara, puluhan penumpang lainnya memilih berdamai dengan situasi.

Dua kali sudah sang juru mudi kereta mengumumkan alasan berhentinya kereta. Ia mengatakan, kereta harus menunggu antrean. Manggarai merupakan stasiun besar terpadat dan tersibuk karena menjadi titik transit kereta Jabodetabek, bandara maupun luar kota.

Tiba saat kereta itu melaju dan pemandangan tak biasa terlihat dari balik kaca jendela. Ratusan penumpang yang mengenakan baju putih berjubel di sepanjang peron Stasiun Manggarai, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Di antara mereka, ada yang menggendong anaknya.

Melihat lautan manusia di sepanjang peron itu, petugas keamanan kereta yang berjaga di gerbong terdepan yang merupakan gerbong khusus wanita, sigap turun mendahului penumpang.

"Yang turun dulu. Yang turun dulu. Laki-laki ke sana.. ke sana," sambil mengibaskan tangannya ia ke kiri, ia memerintahkan seorang laki-laki berbaju putih yang sedang menggendong anaknya yang tertidur.

Bapak yang tadinya hendak naik itu tak jadi maju. Wajahnya pias. Ia bingung bagaimana caranya masuk ke dalam kereta yang sudah penuh berjejal.

Setelah penumpang turun, gantian berduyun-duyun penumpang naik. Kepanikan yang sama terjadi. Bukan kaki yang memandu mereka masuk, tapi tubuh mereka yang terdorong masuk akibat aksi dorong sejak di pintu kereta.

Seorang bocah perempuan dalam pelukan ibunya terjepit di antara penumpang. Tak jauh dari situ, perempuan muda berkaca mata dengan sigap bangun dari duduknya dan berdiri meraih tubuh bocah berambut pirang itu dan menggendongnya ke dalam area kursi prioritas. "Terima kasih," ujar sang ibu.

Kereta pun berjalan, diiringi tatapan kecewa para penumpang yang tak terangkut. Stasiun Sudirman adalah destinasi selanjutnya. Seorang nenek terlihat bingung bagaimana harus membawa cucunya ke luar dari kereta dalam keadaan berdesak-desakan.

Cucu laki-lakinya berusia sekitar 2 tahun itu ia minta berlindung di balik punggung para penumpang perempuan, tak jauh dari pintu keluar. Saat tiba waktunya turun, bocah itu ikut terombang-ambing terbawa arus.

"Bu, itu anaknya digendong saja daripada kejepit," kata sebuah suara.

Melihat keadaan itu, seorang ibu-ibu berkerudung hijau, berbadan besar berinisiatif maju menjadi tameng. "Ayo dek, maju," kata ibu itu sambil memegang pilar besi yang terdapat di pintu. Sekian detik yang menegangkan itu pun terlewati, saat bocah laki-laki itu turun dari kereta dalam keadaan selamat.

Melihat pemandangan itu, Novria, 24, yang duduk di kursi prioritas ikut gelisah. Sambil menggendong anak semata wayangnya yang baru berusia 10 bulan, ia coba mengipaskan topi untuk memberi sedikit kesejukan pada buah hatinya.

"Kasihan bocah itu, hampir terjepit. Neneknya tidak bisa menggendongnya jadi terpaksa harus berdesak-desakan," ucapnya.

Novria sendiri termasuk salah satu penumpang di antara lautan manusia yang naik dari Stasiun Manggarai. "Saya terpaksa pisah dengan suami karena dia tidak bisa terangkut. Jadi, kami nanti janjian ketemu di Stasiun Tangerang saja," ungkapnya.

Novria menuturkan, dia dan suaminya termasuk salah satu alumni 212 yang mengikuti Reuni 212 di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (2/12). "Saya sudah ikut aksi 212 sejak 2016 lalu. Aksi pertamanya," imbuhnya seraya menepis keikutsertaannya kali itu bukan karena ajakan suami melainkan inisiatifnya sendiri.

Reuni 212 yang diikutinya hari itu banyak diisi dengan kutbah dan ceramah. "Ini murni panggilan hati karena Allah lillahi ta'ala," tutupnya.

Novria beserta bayi 10 bulannya turun dan berganti kereta Duri-Tangerang di Stasiun Duri. Meski masih ramai dengan penumpang yang berbaju koko, berpeci putih, bersyal hingga bersarung, pemandangan di Stasiun Duri tak sehoror di Stasiun Manggarai. Lalu lintas penumpang lebih teratur dan terkendali.

Sebagain penumpang duduk di lantai peron stasiun menunggu kereta tiba. Saat akhirnya kereta datang pun suasananya tak seramai seperti di perjalanan kereta sebelumnya. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya