Pembrolizumab, Zat Aktif Imunoterapi untuk Menambah Kualitas Hidup Pasien Kanker
Fetry Wuryasti
31/8/2015 00:00
(AP/Merck & Co)
KANKER selalu menjadi penyakit yang mengancam jiwa. Dari tahun ke tahun pengobatan kanker terus dikembangkan, mulai dari operasi, kemoterapi, hingga menggunakan imunitas tubuh pasien.
Imunitas rupanya tidak hanya berguna untuk menjaga daya tahan tubuh. Kini, sistem imun juga bisa stimulasi menjadi obat bagi pasien kanker melalui metode imunoterapi.
Medical Affairs Director for Oncology MSD Asia Pasifik Dokter Aung Myo mengatakan metode imunoterapi jauh lebih baik daripada pengobatan-pengobatan sebelumnya, yaitu operasi, radiasi, kemoterapi, terapi target. Semuanya tidak bisa menjangkau apabila kanker telah menyebar ke organ bagian tubuh lainnya, seperti yang terjadi pada kanker kulit atau melanoma.
"Imunoterapi mengatur sistem imun tubuh untuk melawan kanker, dengan mengaktivasi imun pasien. Obat dimasukkan ke tubuh pasien untuk menstimulasi sistem imun. Imun yang lebih kuat maka bisa mematikan sel kanker," kata dr Aung dalam sesi in dept interview di Jakarta.
Melanoma merupakan kanker kulit menyerupai tahi lalat. Pada melanoma, bentuk tahi lalat bentuknya tidak beraturan. Border atau pinggiran pada tahi lalat tidak rata dengan kombinasi warna hitam cokelat atau biru.
"Diameter tanda melanoma lebih dari 0,6 mm dan akan semakin melebar, serta menyebar dari ukuran kecil menjadi besar dalam waktu yang cukup cepat," jelas dokter Aung.
Berdasarkan data Globocan tahun 2002, jumlah pasien melanoma di Indonesia mencapai 1.025 dan menempatkan Indonesia di urutan ke-tiga negara dengan jumlah pasien melanoma terbanyak di Asia. Saat ini, lanjut dokter Aung, jumlahnya dipastikan lebih banyak. Meski jumlah kejadian sedikit, tapi tingkat mortalitas melanoma pada orang Indonesia cukup tinggi.
"Dari 349 pasien pria, 193 orang meninggal, dan dari 708 pasien wanita 404 meninggal. Ini terjadi karena kurangnya kesadaran bila timbul tahi lalat yang tidak lazim. Sehingga pemeriksaan tidak dilakukan," tambah dr Aung.
Namun dalam penerapan imunoterapi pada penderita kanker, lanjut Dokter Aung, sering ditemukan sel imun tidak dapat mengenali sel kanker. Ternyata ada sesuatu yang menyelubungi sel kanker sehingga tak dapat dikenali dan dihancurkan oleh sel imun.
"Maka selanjutnya setelah mengaktivasi imun, dilakukan tindakan kedua yaitu menghancurkan toleransi imun atau breaking immune tolerance yang menyelubungi sel kanker menggunakan anti-PD 1, untuk memblok agar sel kanker tidak tertutup, sehingga sel kanker terlihat. Anti-PD 1 menggunakan obat yang mengandung zat aktif pembrolizumab."
Ketika sel imun dan sel kanker bertemu, akan terjadi ikatan. Dalam keadaan normal, saat sel kanker mengeluarkan antigen, akan diterima reseptor sel imun sehingga sel imun diaktivasi dan melakukan serangan. Namun, sel imun tidak bisa menyerang karena ada programmed cell death Ligand (PD-L1) yang berikatan dengan reseptor PD1.
"Saat PD-L1 berikatan dengan reseptor PD 1, sel T (sel yang bertugas menghancurkan sel kanker) menjadi non-aktif sehingga tidak menyerang menyerang sel kanker. PD 1 dan PD-L1 ini memang sudah ada untuk mencegah penyebaran virus saat sakit. Jika tidak ada penghentian, sel imun akan terus menyerang hingga terjadi kondisi autoimun," jelas dr Aung.
Saat anti-PD1 yang mengandung zat aktif pembrolizumab dimasukkan ke tubuh pasien melalui infus, ikatan PD-L1 dan PD-1 akan terblokir sehingga reseptor sel T tetap aktif dan bisa menyerang dan menhancurkan sel kanker. Meski saat ini pembrolizumab baru disetujui Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat baru pada imunoterapi melanoma, penelitian anti PD-1 ini sudah dilakukan pada 10 jenis kanker paling umum di dunia dengan berbagai macam stadium.
"Hingga hari ini, pembrolizumab memang belum masuk ke Indonesia. Setelah imunoterapi pada melanoma, kami masih menunggu untuk persetujuan FDA akan imunoterapi pembrolizumab untuk kanker paru pada bulan Oktober ini," tutur dokter Aung.
Untuk dosis imunoterapi dengan pembrolizumab, akan diinfuskan pada pasien dengan takaran 2mg/kg berat badan setiap tiga minggu sekali selama 2 tahun, dengan durasi infus sekitar 30 menit. Walaupun menimbulkan efek sakit kepala dan lelah luar biasa, dokter Aung mengatakan imunoterapi pembrozumab untuk melanoma, bisa meningkatkan kualitas hidup pasien hingga 37% dari standar treatment untuk melanoma yaitu dengan ipilimumab.
"Bahkan untuk treatment ipilimumab di Indonesia juga belum ada. Semoga anti-PD 1 dengan pembrolizumab segera bisa digunakan untuk terapi jenis kanker lainnya. Terdekat kamii sedang menunggu persetujuan FDA untuk penggunaannya pada kanker paru," tukas dokter Aung. (Q-1)