Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
"PROGRES rumah ke-47. Rumah ibu Fitriani di Nisam, Aceh Utara. Terima kasih hamba Allah (EG) yang menyumbang Rp46 juta untuk pembangunan rumah ini. Terima kasih Beni Mardani AT yang menjadi relawan pengawas pembangunan," begitulah pesan singkat disertai unggahan 4 lembar foto fondasi awal sebuah rumah di halaman Facebook Edi Fadhil, pencetus gerakan Cet Langet Rumoh (CLR).
Melalui laman media sosial itu, Edi mengumpulkan dana dari dermawan untuk mendirikan rumah bagi masyarakat miskin di Aceh. Dari CLR muncul gerakan di bidang sosial pendidikan dan pemberdayaan ekonomi perempuan desa. Kegiatan itu diinisiasi Edi di luar kesibukannya sebagai aparatur sipil negara (ASN) biro hukum sekda Aceh.
"Sebenarnya tidak ada motivasi apa pun, hanya kegiatan iseng saja. Awalnya hanya prihatin atas nasib sebuah rumah duafa di Sawang Aceh Utara. Secara spontan mencoba mengerakkan teman-teman untuk bisa membangun rumah dan dana awal terkumpul Rp37,5 juta," kisah pria asal Montasik, Aceh Besar itu.
Ia membuat indikator penerima bantuan. Seperti fakir miskin, warga miskin yang memiliki anak banyak dan janda. "Gerakan ini telah dimulai Juni 2015. Alhamdulillah kita sudah selesai membangun rumah yang ke-45 dan dalam proses pembangunan rumah ke-46 dan ke-47," kata Edi.
Bukan semata memperbaiki rumah, gerakan ini juga menyediakan program beasiswa untuk anak-anak putus sekolah. Saat ini ada 225 anak yang mendapatkan beasiswa. Untuk anak SMA mendapatkan Rp200 ribu per bulan, SMP Rp175 ribu per bulan, dan SD Rp150 ribu perbulan. Mereka juga menerima satu orang pendamping. "Pendamping itu yang akan memberikan dan mengantarkan beasiswa. Jadi, anak-anak itu akan didampingi," jelasnya.
Program CLR lainnya, yaitu superstore. Program ini tindak lanjut program pembangunan rumah. "Awalnya kita melihat kondisi mereka tidak mampu, rumah tidak layak. Kita berpikir dengan rumah akan mengubah kehidupan mereka. Ternyata itu tidak, ekonomi mereka tidak jauh lebih baik. Nah, refleksi dari itu, kita bangun rumah, anaknya kita kasih beasiswa, ternyata ada satu PR, yaitu ekonomi mereka harus lebih kuat," terangnya.
Program itu memberikan modal usaha bagi penerimanya. Edi menegaskan program ini seperti memberi kail untuk mereka mandiri dan berdaya.
Jadi setiap rumah yang dibangun, pihaknya menemukan anak-anak yang putus sekolah sehingga setiap penyumbang juga disampaikan ada anak-anak yang butuh bantuan untuk sekolah.
Kepercayaan publik
Demi menjaga kepercayaan publik, Edi menjaga akuntabilitasnya dengan laporan keuangan yang transparan sehingga publik bisa melihat aliran dana yang mereka berikan untuk pembangunan program CLR. Apalagi 75% penyumbang di Facebook tidak ia kenal.
Relawan yang ia percayakan di lapangan juga membuat laporan. Dia menegaskan yang terpenting ialah mengambil peran dalam mengatasi permasalahan sosial di sekitar.
Lebih lanjut, Edi tidak terpikir bila kegiatannya menjadi inspirasi bagi pengambil kebijakan, seperti program pembangunan rumah di Aceh Utara karena di sana angka kemiskinan tinggi.
"Karena memang Aceh Utara bisa dijadikan sampel ketertinggalan di Aceh, penduduk terbanyak di sana, pengangguran terbanyak, kemiskinan tertinggi," tegasnya.
Edi tidak mengklaim jika kebijakan pemerintah juga terinspirasi oleh upaya yang mereka lakukan. Setiap dana desa wajib dialokasikan untuk pembangunan rumah duafa 2 unit pertahun pada setiap desa.
"Alhamdulillah, pemerintah sudah melakukan kebijakan itu. Artinya apa, di Aceh Utara paling sedikit ada 750 desa, berarti setiap tahun Aceh Utara akan dibangun 1.500 rumah dari dana desa. Nah 5 tahun, akan terealisasi 7.500 rumah, maka selesailah persoalan kebutuhan rumah duafa di sana," tuturnya.
Perlindungan
Bila Edi melakukan pendekatan ke masyarakat miskin, beda dengan Fadhly Achmad. Bersama rekannya, ia melakukan pendekatan persuasif untuk melakukan perlindungan bagi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Bahkan pejabat fungsi konsuler, Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) ini diganjar dengan The Hassan Wirajuda Award 2015 atas keberhasilan tim mereka menyelesaikan persoalan WNI di Arab Saudi.
Fadhly yang bekerja secara sukarela di tim perlindungan KJRI Jeddah untuk melakukan upaya litigasi dan nonlitigasi atas pembunuhan orang Pakistan oleh 5 WNI asal Banjarmasin. Pasalnya, hukuman yang mereka terima ialah hukuman mati.
"Akhirnya saya dan teman-teman secara berkesinambungan melakukan pendekatan ke keluarga korban alm Zubair bin Hul untuk mendapatkan pemaafan kepada pelaku-pelaku itu," sebutnya.
Proses pendekatan itu telah diinisiasi sejak 2009, pihaknya mulai terlibat untuk ikut berpartisipasi. Pasalnya, mereka juga menguasai bahasa Urdu dan Pakistan untuk memudahkan komunikasi dengan pihak keluarga. "Di sana sebelumnya telah ada pak Didi Wahyudi dan pak Setia Windu. Lalu kami di libatkan, bersama pak Abdul Hakim dari KJRI Jeddah. Nah, bersama-sama kami melakukan upaya pendekatan," jelasnya.
Upaya mereka meluluhkan hati keluarga korban akhirnya berhasil pada 2015. Kelimanya mendapatkan pengampunan dari pengadilan Arab Saudi.
Selanjutnya, ia menangani kasus meninggalnya 138 WNI di Mina 2015. Bersama tim perlindungan WNI ikut membantu membuka akses, indentifikasi, dan pendekatan dengan otoritas setempat.
Sejauh ini, ia terus berkomitmen dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik untuk Tanah Air. Baginya, tidak hanya tanggung jawab sebagai abdi negara, tetapi juga panggilan sosial sebagai anak bangsa.
Fadhly juga menilai, sejauh ini juga telah banyak aturan yang mewajibkan ASN bekerja lebih giat dan maksimal untuk memberikan pelayanan terhadap rakyat. "Masyarakat juga sangat cerdas untuk memonitor dan mengetahui hak-hak apa yang harus dia lakukan begitu kewajiban apa yang diterima masyarakat dan kewajiban apa yang dilakukan ASN. Era digitalisasi apa pun itu bisa dimonitor," jelasnya.
Oleh karena itu, dalam era keterbukaan publik ini, maka ASN tidak ada alasan dalam mengurangi pelayanannya. Ia berharap kepada ASN, apa pun yang dilakukan merupakan amanah, terlebih tidak semua orang memiliki keberuntungan dalam memberikan pelayanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved