INDUSTRI kehutanan Indonesia selama 15 tahun terakhir terindikasi menggunakan pasokan kayu dengan lebih dari 25% dari sumber illegal. Pasokan kayu itu bersumber dari praktek tebang habis hutan alam dan bukan dari hutan tanaman industri (HTI) serta hak pengusahaan hutan (HPH). Demikian indikasi itu terpapar pada laporan terbaru Koalisi Anti Mafia Hutan, di Jakarta, kemarin.
Grahat Nagara, Juru Bicara Koalisi Anti Mafia Hutan mengatakan hasil temuan memberikan indikasi kerugian negara yang cukup besar. ''Kalau dikalkulasi sejak 1991-2014, jumlah kesenjangan volume kayu sebesar 219 juta meter kubik dengan kerugian negara mencapai Rp55 triliun,'' ungkap Grahat. Grahat menambahkan data asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI) ada 20 juta meter kubik yang tidak tercatat pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). ''Pertanyaannya, kayunya berasal darimana? Ini yang belum bisa kita buktikan,'' lanjutnya.
Nursamsu dari WWF Riau menambahkan kayu yang diduga digunakan secara ilegal antara lain, Akasia dan Ekaliptus, yang merupakan bahan baku utama untuk industri pulp and paper. ''Untuk bahan baku yang paling banyak digunakan di Riau dan Kalimantan yaitu Akasia, dengan masa penanaman 5-7 tahun,'' ujarnya.Senada dengan itu, Direktur WALHI Riau Riko Kurniawan menambahkan ada penyimpangan prosedur pengolahan bahan baku. Banyak pelaku industri kayu pada akhirnya memilih jalan pintas dengan menggunakan kayu hutan alam, tanpa penanaman kembali. ''Aturan HTI, tanam-panen-produksi, namun yang sering terjadi adalah tebang-produksi-lalu lahan dibiarkan kosong,'' ujarnya. Menurut Riko, mestinya pemerintah tak mengizinkan ekspansi penggunaan kayu alam pada produksi pulp dan kertas. ''Pemerintah mesti menekankan intensifikasi daripada ekspansi hal ini pun untuk menghindari monopoli industri pulp dan kertas,'' ujar dia. (Try/H-2)