Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Bendamustine, Lebih Efektif Obati Limfoma

Thomas Harming Suwarta
31/1/2018 09:34
Bendamustine, Lebih Efektif Obati Limfoma
(Grafis: Caksono)

DATA WHO (Globocan) pada 2012 menunjukkan kanker kelenjar getah bening atau limfoma merupakan salah 1 dari 10 jenis kanker terbanyak di dunia. Kematian akibat limfoma masih sangat tinggi, mencapai setengah dari kasus baru. Berdasarkan Riskesdas 2013, di Indonesia diperkirakan ada lebih dari 14.500 pasien limfoma yang terdeteksi di 2013.

Sayangnya, pengobatan terhadap pasien limfoma terkendala oleh mahalnya obat dan kurangnya efektivitas terapi yang selama ini dijalani pasien. Kini ada harapan baru untuk pasien limfoma dengan dikembangkannya obat limfoma bendamustine di Indonesia oleh PT Ferron Par Pharmacueticals dari Dexa Group. Dengan produksi di dalam negeri, diharapkan dapat dihasilkan terapi yang efektif dan lebih mudah dijangkau penderita limfoma di Indonesia.

Penelitian bendamustine yang dikombinasikan dengan rituximab, salah satunya dilakukan Prof Rummel MJ dari Universitas Giessen di Jerman dan sudah dipublikasikan di jurnal kedokteran terkemuka The Lancet. Hasilnya, bendamustine efektif untuk pengobatan limfoma nonhodgkin.

Pasien yang diberi kombinasi bendamustin dan rituximab memiliki masa bebas pengobatan lebih panjang jika dibandingkan denga pasien yang mendapatkan terapi standar, yakni kemoterapi menggunakan kombinasi obat rituximab, cyclophosphamide, doxorubicin hydrochloride/hydroxydaunomycin), vincristine sulfate/oncovin, dan prednisone (R-CHOP).

“Pasien baru mendapatkan pengobatan kedua setelah 69,5 bulan kemudian. Bandingkan dengan pasien yang mendapatkan pengobatan dengan R-CHOP (terapi standar) yang sudah harus mendapatkan pengobatan kedua di bulan ke 31,2,” ujar Prof Rummel dalam acara Rudy Soetikno Memorial Lecture yang diselenggarakan di Titan Center, Bintaro Tangerang, pekan lalu.

Ia menjelaskan, bendamustine sudah ditemukan 50 tahun lalu di Jerman Timur. Setelah penyatuan Jerman Timur dan Jerman Barat, obat itu masih kurang diteliti karena ada stigma pengobatan Jerman Timur kurang diakui jika dibandingkan dengan Jerman Barat. Baru pada 2000-an bendamustine mulai menarik perhatian peneliti Jerman dan dunia.

Penelitiannya selama bertahun-tahun terhadap bendamustine menunjukkan jumlah kematian pasien yang diobati dengan bendamustine lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kematian pasien yang diterapi dengan R-CHOP. Sebanyak 73,9% pasien limfoma nonhodgkin dapat bertahan hidup sampai 10 tahun. Hasil penelitian itu sudah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan American Association of Clinical Oncology (ASCO) pada 2017 lalu.

Kehadiran obat baru itu diharapkan lebih membantu pasien kanker limfoma nonhodgkin di Indonesia agar mendapatkan terapi yang lebih terjangkau. Tujuan terapi limfoma bukan penyembuhan, tetapi mengendalikan penyakit pasien untuk meningkatkan kualitas hidup. Selama ini obat-obatan kanker impor dikenal sangat mahal.

Ditanggung BPJS
Pada kesempatan sama, Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji menjelaskan, pihaknya mulai memproduksi bendamustine sejak 2014. Hasil rekomendasi RS Kanker Dharmais membuat obat itu sedang diproses untuk masuk formularium nasional sehingga diharapkan dapat digunakan pasien BPJS di tahun ini.

“Harga obat ini jauh lebih murah daripada obat impor. Visi misi kami bukan semata-mata komersial, melainkan bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup pasien limfoma nonhodgkin lebih baik dengan terapi bendamustin-rituximab jika dibandingkan dengan kemoterapi standar yang memiliki lebih banyak efek samping,” jelas Pandji.

Harga bendamustine itu lebih murah karena dikembangkan di pabrik lokal dengan standar pembuatan dari Eropa. “Kehadiran obat ini otomatis akan mengurangi ketergantungan Indonesia dari obat kanker impor. Bendamustine menambah produksi lokal untuk obat-obat kanker,” tambah Pandji. (Ths/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya