Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Sineas Muda Jangan Malas Riset

MI
23/12/2017 11:50
Sineas Muda Jangan Malas Riset
(ANTARA/TERESIA MAY)

GELIAT film, termasuk dokumenter, semakin terasa di Tanah Air. Semakin banyak anak muda yang gemar dan terjun menyeriusi dunia film. Namun, budaya riset sebagai salah satu fondasi pembuat­an sebuah karya masih menjadi hal yang kerap diabaikan.

“Budaya riset di Indonesia masih menjadi hal yang lemah,” kata guru besar perfilman Institut Kesenian Jakarta Gerzon Ayawaila dalam diskusi dan bedah buku berjudul Dokumenter, yang ditulis besama 10 penggiat film lainnya, di Universitas Budi Luhur, Tangerang, banten, kemarin.

Gerzon mengatakan, dalam pembuatan sebuah karya, khususnya film dokumenter, riset merupakan bagian utama yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap bagian dalam film dokumenter harus sesuai dengan yang ada pada kenyataan.

“Dokumenter punya kebebasan yang lebih sedikit dibanding fiksi. Dokumenter banyak membutuhkan kajian-kajian baru dan juga lebih banyak menimbulkan tantangan,” ujarnya.

Wakil Dekan Fakultas Komunikasi, Universitas Budi Luhur, Wenny Maya, mengatakan, dibutuhkan ­upaya dan pembiasaan bagi setiap ­sineas muda agar terbiasa melakukan riset.

Penekanan riset ialah hal yang harus dilakukan dengan cara membuat riset sebagai sesuatu yang menyenangkan bagi para anak muda tersebut.

“Harus ada cara dan tim khusus dalam membimbing agar sineas muda dapat melakukan riset dengan menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhan,” ujar Wenny.

Sementara itu, tim Eagle Institute, Eko Redjoso ­mengatakan, dalam membuat film, dibutuhkan manajemen yang baik. Khususnya dalam pembagian waktu dan fokus kegiatan yang akan dilakukan.

“Membuat film dokumenter membutuhkan waktu sangat lama. Pelajarannya ternyata ialah sineas ­harus bisa melakukan pengelolaan riset,” kata Eko.

Manajemen riset, tambahnya, menjadi sangat penting sebagai landasan data, materi, hingga dasar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam pembuatan film dokumenter. Dengan kemampuan itu, pembuatan film dokumenter dapat berhasil ­dengan efektif dan maksimal.

“Eagle mencoba untuk membuka wawasan bagi pemula pembuat dokumenter. Kami mencoba menampung keinginan anak-anak muda untuk ­belajar dokumenter. Kami ajak mereka untuk banyak berdiskusi,” tutup Eko. (Pro/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya