Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
METODE pengobatan kanker di Tanah Air terus dikembangkan. Selain terapi standar, yakni pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi, muncul pengobatan imunoterapi. Saat ini peneliti tengah mengembangkan imunoterapi berbasis sel.
“Dalam pengobatan kanker, memang sudah ada obat imunoterapi pembrolizumab. Tapi ada cara-cara lain yang dikembangkan, salah satunya imunoterapi berbasis sel,” kata Ketua Yayasan Kanker Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo pada seminar ilmiah Dr Boenjamin Setiawan Distinguished Lecture Series (DBSDLS) 2017: Cancer immunotheraphy has arrived: Using cells, genes, and viruses yang diselenggarakan Kalbe Farma, di Jakarta, Sabtu (4/11).
Menurut Aru, pengobatan imunoterapi berbasis sel yang tengah dikembangkan dan obat pembrolizumab sama-sama memanfaatkan sel T milik sistem imun. Namun, cara kerjanya berbeda. Pembrolizumab bekerja dengan mengeblok interaksi antara sel T dan sel kanker sehingga sistem imun bisa mengenali dan membasmi sel kanker. Adapun pada imunoterapi berbasis sel, sel T diambil lalu dilatih menyerang kanker.
Diperkirakan terapi itu siap digunakan paling lambat 10 tahun lagi. “Saat ini masih tahap uji klinis,” ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Sandy Qlintang, Direktur Stem Cell and Cancer Institute (SCI), lembaga riset Kalbe Farma, mengatakan pihaknya turut mengembangkan imunoterapi berbasis sel itu.
Ia memaparkan, pengobatan dilakukan dengan mengambil sel T dari pasien. Lalu, di laboratorium, sel tersebut tersebut dilatih menggunakan virus untuk melawan sel kanker. Sel T itu kemudian dilipatgandakan jumlahnya sebelum diinjeksikan kembali ke pasien melalui infus. “Harapannya, di dalam tubuh pasien sel itu sudah terlatih menyerang sel kanker.”
Nantinya, lanjut Sandy, pengobatan itu digunakan ketika pengobatan standar (pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi) dinyatakan tidak efektif. “Jadi, ketika terapi standar tidak efektif akan ditambah dengan imunoterapi memakai pembrolizumab. Kalau tidak efektif juga, baru ditambah imunoterapi berbasis sel ini,” terangnya.
Berbiaya mahal
Sandy meyakini prospek pengobatan imunoterapi di Indonesia di masa mendatang tergolong baik. Meski begitu, ia mengakui persoalan biaya bisa menjadi kendala. “Obat yang sudah ada saja (pembrolizumab) satu kali suntik bisa Rp60 juta. Sebulan bisa butuh tiga kali jadi Rp180 juta. Kalau masa pengobatan 10 bulan saja, sudah Rp1,8 miliar. Kalau menggunakan BPJS bisa ditekan sampai Rp40 juta itu masih cukup tinggi.”
Senada, Aru juga mengatakan biaya tinggi menjadi masalah utama. “Tapi seperti komputer, dulu juga mahal. Dengan lebih banyak pengadaan bisa lebih murah.”
Pendiri Kalbe Farma, Boenjamin Setiawan, menegaskan pengembangan imunoterapi di Tanah Air amat penting. Pasalnya, kanker masih menjadi salah satu penyakit yang mematikan di Indonesia. “Imunoterapi menjadi salah satu terapi yang paling menjanjikan, baik di komunitas ilmuwan Indonesia maupun dunia,” ucapnya. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved