Pemulihan Emosi Penyembuh Luka

Rizky Noor Alam [email protected]
28/9/2017 05:01
Pemulihan Emosi  Penyembuh Luka
(MI/ BARY FATHAHILAH)

KONDISI itulah yang dialami Irma Rahayu pada pertengah­an 2007 hingga awal 2008. Namun, perjalanan menghadapi lilitan utang, kegelisahan spritual, hingga ia berpindah keyakinan dan perceraian itulah yang mengantarkan Irma menjadi seorang pelatih atau coach dengan spesialisasi penyembuhan emosi atau emotional healing. “Jadi waktu terpuruk itu harta benar-benar habis. Saking ekstremnya itu sampai enggak punya beras dan pinjam beras sama adik sendiri untuk makan. Teman-teman juga pergi,” jelas Irma ketika dijumpai di rumahnya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (5/9).

Mengaku tak sengaja terjun di dunia coaching, melampaui latar belakang pendidikannya di bidang komputer dan manajemen, Irma menjadikan perjalanan hidupnya sebagai modal utama proses coaching-nya.
Perjalanannya mencari solusi sempat mempertemukannya dengan buku-buku motivasi hingga aneka pelatihan. “Tapi tidak menemukan solusi yang benar-benar menyelesaikan, seperti bagaimana membayar utang, bagaimana untuk pulih. Lalu saya berpikir kalau hanya diberikan kata-kata motivasi tidak cukup,” lanjutnya.

Perjalanan spiritual
Ia lalu memutuskan kembali pada kitab suci yang mengantarkannya pada beragam jawaban. “Seperti kenapa harus salat dan lain-lain sehingga dengan memperdalam agama dapat menyusun berbagai kesalahan yang sudah dibuatnya dan mulai bangkit sendiri. Dari situ saya sadar peran orangtua, saya lalu meminta maaf dan mencoba berbakti. Di sana, saya menemukan, kalau orangtua meridai, maka semua jalan dimudahkan,” ungkap perempuan yang akrab disapa Teh Irma ini. Namun, mendekatkan diri kepada Tuhan tak lantas menyelesaikan masalah-masalah. Ia justru diberikan cobaan lebih berat, utangnya tidak kunjung terbayar, dipecat dari pekerjaan, bercerai, hingga ia pun beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.

“Di situ mulai down lagi bahkan sampai memotong urat nadi, menabrakkan mobil di jalan tol, menenggelamkan diri, itu masa-masa stuck. Saya merasa sudah berhijab, sudah melakukan salat, tapi pertolongan Allah belum datang juga,” jelasnya. Ketika Irma kemudian memilih pasrah dan berserah, ternyata titik bangkit ia temukan. “Tapi karena keluarga mendukung, dan sahabat-sahabat baru menguatkan, justru di titik pasrah itu menjadi momen kebangkitan. Saya merasakan masa-masa tenang dan tiba-tiba pertolongan Allah datang melalui ayah. Dari sana mulai bayar cicilan, bangkit, memulai bisnis lagi, butik mulai aman lagi, dan alhamdulilah tidak hampir setahun, utang hampir Rp1 miliar bisa tertutup. Tapi masalah lain pun datang silih berganti,” imbuhnya.

Berbagi solusi
Keberhasilannya bangkit dari berbagai masalah yang menghantamnya tersebut yang membuat teman-teman sekitarnya memintanya berbagi dan berdiskusi mengenai masalah-masalah kehidupan. Satu per satu temannya datang silih berganti meminta saran. Paparan Irma ternyata dinilai cocok. Peristiwa itulah yang membuat Irma memutuskan mendirikan komunitas bernama Emotional Healing Indonesia yang awalnya bermula dari grup Facebook yang dibuat pada Oktober 2008. “Kenapa namanya Emotional Healing, karena saya tahu kesalahan awal saya emosi. Emosi yang membuat saya cepat panik dan menyalahkan orang. Saya menyebarkan teknik ini pada anggota komunitas yang dilegalkan di Kemenkum HAM pada 2013,” jelasnya.

Irma menganggap klien-klien yang datang meminta bantuan seperti anak-anaknya. Sekitar 70% klien yang datang ialah perempuan dan dari berbagai latar belakang ataupun agama. “Saya mengikuti cara Rasul yang membuat komunitas dan menjadi semacam ukhuwah. Pada dasarnya, kalau kita mencoba untuk bangkit sendiri, tidak akan bisa karena kita butuh teman untuk saling support. Kenapa kemudian komunitas ini saya legalkan, karena sebelumnya banyak yang memakai nama sama dan mencontek metode saya. Sebenarnya tidak masalah. Namun kalau mereka tidak bisa melihat energi, bentuknya, warnanya, segala macam, bermain-main dengan itu sangat fatal. Berbahaya melakukan terapi tanpa pengetahuan,” paparnya.

Cinta solusinya
Saat ini jumlah anggotanya sendiri sudah mencapai ribuan dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia hingga Australia, Abu Dhabi, bahkan Amerika Serikat. “Banyak juga alumni yang psikolog, pendeta, kiai, ustazah. Mereka yang sudah pernah ikut healing tahu kalau healing ini tidak ada kesesatan maupun hal-hal aneh. Semua hal kan berasal dari ketenangan. Kalau sudah tenang, imunitas meningkat, badan tidak dirusak emosi. Di sini tidak ada saling menghakimi, kita cinta terhadap sesama tanpa memandang agama dan saling support,” jelas anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Kunci awal proses healing yang dilakukannya ialah kejujuran klien. Hal itu mempermudah pemberian bimbingan. “Healing itu menyelaraskan emosi, orang selalu bilang saya indigo. Jadi ada kemampuan yang diberikan Allah kepada saya. Saya bisa melihat masa lalu sehingga orang bisa bercerita jujur. Siapa pun yang datang, berarti ada niat untuk sembuh,” jelasnya. Irma yang mematok tarif pada klien-kliennya, tapi juga menggratiskan bagi yang tak mampu, menyatakan kitab suci ialah seumber terbaik. “ Meskipun metode saya berdasarkan ajaran Islam, klien yang lintas agama tidak merasa keberatan. Proses healing ada jangka waktu selama 6 bulan. Namun, setelah kontrak selesai, tidak semata-mata putus hubungan,” ujar Irma yang menyebut proses coaching sebagai menggunakan cinta.
“Meski ada batas waktu, masih tetap bisa bertemu dan berkonsultasi sepanjang hayat,” pungkasnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya