Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Menkeu Sentil Pengusaha Ikan

Jessica Sihite
15/3/2017 08:41
Menkeu Sentil Pengusaha Ikan
(ANTARA/Sigid Kurniawan)

KEMENTERIAN Keuangan menyesalkan minimnya pendapatan negara dari sektor kelautan dan perikanan, antara lain pendapatan pajak pertambahan nilai (PPN). Sepanjang 2016, setoran PPN dari 200 besar pengusaha perikanan tangkap ‘cuma’ Rp12,1 miliar. Jumlah itu dinilai Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat kecil.

“PPN kita rate-nya 10% kan. Anda semua percaya bahwa selama satu tahun seluruh produk perikanan tangkap hanya Rp120 miliar sehingga PPN yang kita kumpulkan hanya Rp12 miliar? Anda percaya? Ya jelas enggaklah,” ujarnya ketus di depan sekitar 150 pengusaha perikanan di kantor KKP, Jakarta, kemarin.

Menurut Menkeu, kontribusi penerimaan pajak sektor perikanan sepanjang 2016 pun hanya 0,01% dari total penerimaan pajak. Kontribusi itu lebih buruk dari sektor pertanian dan peternakan (1,15%), dan kehutanan serta penebangan kayu (0,17%). Sementara itu, dilihat dari sisi kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), sumbangsih sektor perikan­an, pertanian, dan peternakan hanya 15% dari PDB. Rasio itu bergeming sejak 2011. “Laut kita lebih luas dari daratan kita, tapi kontribusi laut untuk pajak hanya 0,01%, flat selama 5 tahun. Itu artinya ada sesuatu yang sangat salah,” ucap Sri Mulyani.

Pemilik PT Ocean Mitramas Aries Liman menilai kebijakan moratorium kapal eks asing yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan justru berseberangan dengan keinginan Menkeu. Dia menilai kebijakan itu membuatnya tidak bisa bayar pajak.

“Kalau usahanya tidak jalan, apa yang mau dibayar?” sergah Aries di forum serupa.

Ia mengutarakan, 14 kapalnya tidak bisa beroperasi sejak November 2014. Alhasil, tidak ada pendapatan. Bahkan, ia terpaksa mem-PHK 210 dari 250 anak buah kapal dan 35 dari 40 karyawan kantor pusat.

Seorang nelayan sekaligus pemilik kapal dari Pekalongan, Jawa Tengah, bernama Rizal juga mengeluhkan moratorium kapal eks asing. Katanya, pendapatan yang ia peroleh dalam sekali berlayar selama sekitar empat bulan hanya Rp300 juta, tidak sebanding dengan biaya operasional yang mencapai Rp450 juta. “Bisa diperiksa, Bu,” kata Rizal.

Sayangnya, saat ditanyai Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti soal jumlah kapal yang dimiliki, jawaban Rizal kurang meyakinkan. “Paling tidak dua, Bu,” jawabnya gugup.

Susi pun sewot karena, menurut dia, kapal bukan barang yang sulit dipastikan jumlahnya. “Saya memang tidak lulus sekolah, tapi kapal itu kan barang besar, masak jumlahnya ‘paling tidak dua’?” omel Susi.

Sri Mulyani pun menimpali soal para pengusaha yang ditengarai kerap berbohong data. “Hal dasar berapa jumlah kapal saja enggak bisa. Ini adalah PR kita bersama. Kami evaluasi (kebijakan), tapi tolong Anda juga evaluasi,” cetus Menkeu.

Ekspektasi
Di lain kesempatan, Sri Mulyani melihat perlunya evaluasi pencapaian pajak kuartal I ini. Ia mengakui penerimaan pada Januari-Februari 2017 belum sesuai dengan ekspektasi. “Karena ada kombinasi TA (tax amnesty) yang selesai, WPOP (wajib pajak orang pribadi), dan kemudian masalah penyelesaian WP institusi. Jadi, nanti kita lihat sampai akhir kuartal.”

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan penerimaan total pada Februari dengan PPh Migas mencapai Rp134,6 triliun, sementara capaian setahun lalu Rp124,4 triliun. Penerimaan pajak hingga periode itu tumbuh 8,15%, lebih baik dari periode setahun lalu yang -8%. “Tapi, pertumbuhan 8% belum memadai. Walau ada sinyal positif, target kami tumbuh 18,3%.” (Dro/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya