Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Dana Desa masih Tersendat

13/3/2017 08:05
Dana Desa masih Tersendat
()

HINGGA medio Maret ini, pencairan dana desa 2017 di sejumlah wilayah masih tersendat.

Hal tersebut dikhawatirkan berdampak pada proses pembangunan di desa.

Salah satu daerah yang mengalami problem tersebut ialah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Pasalnya, belum satu pun desa di daerah itu yang sudah menyerahkan laporan pengunaan dana desa 2016 kendati semua kegiatan terkait sudah selesai.

"Padahal syarat pencairan dana desa salah satunya menyerahkan laporan pengunaan dana 2016. Jadi, sampai saat ini belum ada satupun desa yang bisa memanfaatkan anggaran dana desa 2017," kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapermades) Kabupaten Temanggung, Agus Sarwono, di Temanggung, kemarin.

Selain laporan tersebut, lanjutnya, desa harus sudah menyusun anggaran pendapatan dan belanja desa (APB-Des) sebagai persyaratan pencairan dana desa.

Pihaknya berharap akhir bulan ini semua desa sudah bisa menyelesaikan semua laporan pengunaan dana desa 2016.

Dengan begitu, awal bulan depan, dana untuk 266 desa di kabupaten tersebut bisa segera cair.

Tahun ini, dengan pagu Rp207 miliar, setiap desa tersebut dapat menerima dana dari Rp800 juta sampai Rp1,5 miliar.

Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, juga tengah berupaya mendorong pencairan dana desa.

Kepala Bagian Anggaran Badan Keuangan Daerah (BKD) Banyumas Maryono mengungkapkan, tahun ini dana desa Banyumas naik Rp19 miliar menjadi Rp165 miliar.

"Masalah yang sekarang muncul ialah belum seluruh desa di Banyumas mencairkan dana desa. Dari 301 desa, baru sekitar 111 yang mencairkan hingga pekan lalu," kata Maryono, kemarin.

Menurut dia, dana desa sangat vital bagi desa karena merupakan sumber terbesar dalam APB-Des.

"Kalau desa belum mencairkan, akan menghambat operasional pembangunan desa. Pembangunan tidak jalan," ucapnya.

Selain itu, imbuh Maryono, dana desa juga dipergunakan untuk pemberian tambahan penghasilan (siltap) bagi perangkat desa.

Masalah pelaporan merupakan salah satu yang dicermati Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan.

Kepala BPPK Astera Primanto Bhakti di Makassar, pekan lalu, mengemukakan, sejumlah kendala penyaluran dana desa, dari peraturan bupati/wali kota yang belum sesuai undang-undang, realisasi penyaluran dan konsolidasi yang belum dilaporkan, hingga pengajuan penyaluran tahap dua maupun APB-Des yang telat.

Kemenkeu sendiri terus menyoroti efektivitas dana desa yang dianggap belum optimal.

Padahal, porsi dana desa di APBN terus meningkat sejak digulirkan pada 2015.

Tahun ini alokasi dana desa Rp60 triliun, naik 27% dari bujet tahun lalu.

"Jumlah anggaran yang begitu banyak tersebut ternyata belum bisa membuat perekonomian desa membaik," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarto di tempat sama.

Ia mencontohkan, dari 2.254 desa di Sulawesi Selatan, masih 59,4% yang tergolong tertinggal dan sangat tertinggal.

Di lain hal, Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ahmad Erani Yustika menyebut penyelewengan dana desa oleh aparatur desa terus menurun.

"Sejak dua tahun lalu, dana desa hanya untuk pembangunan dan pemberdayaan. Di 2015 yang digunakan di luar pembangunan dan pemberdayaan hanya 6%. Di 2016 itu turun tinggal 2,5%," kata Erani dalam kesempatan terpisah. (LD/LN/AD/Adi/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya