Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Pemerintah dan Bank Indonesia selalu berusaha menciptakan situasi yang kondusif agar ekonomi bisa efisien, inflasi turun, dan bunga menjadi rendah.
MESKI menghadapi tantangan ekonomi global, Indonesia masih memiliki empat kekuatan domestik yang dinilai mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%-5,6% tahun depan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memaparkan kekuatan pertama ialah langkah pemerintah menghapus segala hambatan struktural untuk menciptakan daya saing. Kedua, Indonesia masih akan memiliki usia produktif hingga 15 tahun ke depan, yang akan terus berekspansi secara persisten menopang pertumbuhan ekonomi ke depan, sekaligus memperkuat basis permintaan barang dan jasa di pasar domestik.
Kekuatan ketiga, lanjutnya, masuknya Indonesia dalam konsolidasi kehidupan politik mampu berjalan seiring dan bersanding dengan pencapaian positif pada kemajuan ekonomi.
Adapun yang terakhir, kedisiplinan dalam pengelolaan makroekonomi yang selama ini menjadi modal dasar negara. "Dengan modal empat kekuatan ini, saya yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai level tersebut," kata Agus di acara Pertemuan Tahunan BI 2015, kemarin.
Dalam forum yang juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, sejumlah menteri, dan para bankir nasional itu, Gubernur BI berjanji akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengedaran uang rupiah (SP-PUR) guna menjaga dan memperkuat stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Untuk 2017-2019, kami melihat pertumbuhan lebih baik lagi, dengan PDB 6%-6,5%, inflasi 3,5% +/- 1%, dan defisit transaksi berjalan sekitar 2,5%," pungkas Agus.
Meski meyakini kekuatan domestik, Wapres dalam sambutannya mengingatkan Indonesia tetap harus mewaspadai dampak global karena ekonomi dunia tak bisa terpisah-pisah dan selalu menjadi interdependensi satu sama lain.
"Kalau Tiongkok turun, kita tidak bisa jual ke Tiong-kok. Begitu juga Amerika dan Eropa. Pengalaman adalah guru yang baik. Apa yang membuat ekonomi Amerika turun? Defisit besar, ongkos perang besar, ada bubble di moneter. Artinya peran dan kebijakan moneter yang terlalu lost dan menyebabkan masalah," kata JK.
Infrastruktur
Ekonom dari CReco Research Institute Raden Pardede juga mengingatkan agar pemerintah mewaspadai pertumbuhan ekonomi di tahun depan yang tidak akan melaju signifikan.
"Yang saya khawatirkan kemampuan dari pemerintah sendiri dalam belanja maupun preparation pembangunan infrastruktur. Memang usaha ke sana sudah ada, tapi perlu kerja keras lagi. Misal uang yang ditransfer ke daerah lebih banyak dipakai untuk anggaran rutin. Uangnya banyak, tapi kenapa tidak menggerakkan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur," papar dia.
Pardede juga memprediksi BI masih mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) di level 7,5%. Keputusan bank sentral menurunkan BI rate tergantung bagaimana inflasi dapat dikendalikan. Pemerintah pun memiliki andil mengendalikan laju inflasi yang trennya terus mengalami penurunan pascapenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di akhir 2014. (Tes/Pol/X-10)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved