Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Peneliti Center of Reform on Economic (CoRE) Eliza Mardian menanggapi penghentian operasional sekitar 30% pengusaha penggilingan kecil di Jawa Tengah. Seperti diberitakan, para pengusaha penggilingan kecil itu terbebani dengan kenaikan harga pokok produksi (HPP) gabah menjadi Rp6.500 per kg, sementara harga eceran tertinggi (HET) beras tetap Rp12.500 per kg.
Eliza menyebut penggilingan kecil kalah saing dengan penggilingan swasta yang secara modal lebih besar dan teknologi lebih canggih. Ketika harga pembelian gabah naik, otomatis dana yang harus dimiliki penggilingan kecil bertambah juga.
“Namun, karena keterbatasan modal sehingga mereka tidak bisa lagi menyerap gabah karena kalah saing dengan korporasi besar dan pada akhirnya tutup,” ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (12/8).
Menurutnya, penggilingan kecil berebut dengan korporasi, bukan pemerintah. Namun selama ini yang dituduhkan adalah karena pemerintah terlalu banyak menyerap gabah petani.
“Padahal kalau hitung-hitungan, Bulog menyerap beras per Juni saja cuma 2,4 juta ton. Sementara produksi beras Januari-Juni 2025 itu 19 juta ton. Artinya pemerintah cuma bisa menyerap 12,5%. Stok Bulog yang sampai 4,7 juta itu sebagian limpahan stok kemarin dan sisa impor,” paparnya.
Artinya, sambung Eliza, yang menjadi soal adalah penggilingan kecil rebutan dengan korporasi besar yang bisa menyerap dalam jumlah banyak karena memiliki kekuatan modal dan teknologi.
“Karena harga ini ditentukan oleh yang mengendalikan stok terbanyak. Dalam hal ini berarti middleman alias bandar atau distributor yang menentukan harga,” jelasnya.
Selama ini, kata Eliza, pasar beras di Indonesia memang penuh dengan asimetris informasi. Ketiadaan basis data yang valid real time dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan keuntungan konsumen yang dirugikan.
“Dan satu hal, terlalu besarnya korporasi menguasai stok beras juga ini berisiko tinggi karena mereka akan memaksimalkan profit,” ungkapnya.
“Jadi perlu ada pengaturan agar korporasi tidak begitu mendominasi di sektor strategis. Oplosan ini kan juga justru banyak dilakukan korporasi,” pungkasnya. (E-3)
30 persen dari total 29 ribu pengusaha penggilingan di Jawa Tengah (Jateng) tidak beroperasi. alasannya mereka tidak mampu membeli harga gabah.
Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang mengeluhkan penurunan penjualan antara 20%-50% sejak isu beras oplosan mencuat di publik.
Tiga komoditas yang tercatat turun yakni daging ayam broiler, kacang kedelai, dan ikan kembung.
Target percepatan operasional Kopdes Merah Putih di bulan ini sampai 15 ribu, kalau kelembagaan dan satgas provinsi, kabupaten sampai kota sudah dekat 100%.
Sebagian beras di gudang Perum Bulog sudah berumur lebih dari satu tahun.
Hasil pengamatan Ombudsman menunjukkan bahwa isu pengoplosan beras yang selama ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat sebenarnya tidak sepenuhnya tepat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved