Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
Analis Kebijakan Pangan, Syaiful Bahari mengungkapkan, jika pembangunan industri gula nasional tidak terintegrasi dengan perkebunan rakyat, swasembada gula hanya akan menjadi angan-angan.
"Ke depan, pemerintah harus mempunyai regulasi yang jelas, bahwa pembangunan industri gula itu harus terintegrasi dengan perkebunan tebu rakyat. Selain regulasi, pemerintah juga harus konsisten untuk memodernisasi pabrik-pabrik gula pemerintah yang dikelola BUMN," kata Syaiful saat dihubungi, Senin (11/8).
Syaiful menyoroti bahwa persoalan industri gula sejak Indonesia merdeka tidak pernah terjadi transformasi. Pasalnya, pabrik-pabrik gula yang kini sebagian besar dipegang PTPN, teknologinya semakin usang. Demikian juga dengan perkebunan tebu di Jawa semakin menyusut.
"Padahal, di era kolonial, Indonesia adalah negara produsen gula terbesar di dunia. Sampai-sampai pemerintah Belanda mendirikan Het Proefstation Oost Java pada tahun 1887 di Pasuruan, Jawa Timur, yang sekarang bernama Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)," bebernya.
Di tengah tidak berdayanya industri gula pemerintah menghadapi persaingan, muncul industri-industri swasta yang kini memonopoli produksi dan pasar gula nasional. Praktis, pemerintah kehilangan kendali dalam mengatur tata niaga gula di dalam negeri. Selain itu, Syaiful mengungkapkan bahwa desain industri gula swasta tidak lagi mengandalkan bahan baku gula dari tebu petani, tetapi cukup dengan bahan baku gula setengah jadi (rafinasi), mereka sudah bisa memproduksi gula konsumsi.
"Selain harga gula rafinasi impor lebih murah, juga dari sisi waktu produksi lebih cepat. Oleh karena pemerintah tidak memiliki ekosistem industri gula nasional yang konsisten, yaitu adanya hubungan struktural antara perkebunan tebu dengan industri hilirnya, akhirnya yang ditempuh jalan pintas, yaitu menyerahkan kebutuhan gula nasional ke tangan industri minus perkebunan tebu yang dikelola petani. Akhirnya yang menjadi korban adalah petani," pungkasnya.
Sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan Bondowoso, Jawa Timur, dipenuhi tumpukan gula pasir yang belum terjual. Di saat yang sama, gula rafinasi membanjiri pasar.
PENELITI Center of Reform on Economic (CoRE), Eliza Mardian, turut mengomentari ratusan ribu ton gula rafinasi yang menyebabkan banjirnya pasokan di pasar ritel.
Dalam sebulan, tersangka mengoplos 300 ton-500 ton gula dengan keuntungan Rp150 juta per bulan.
Tom Lembong, mencicipi sampel gula rafinasi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7) untuk membantah tudingan jaksa bahwa gula rafinasi berbahaya
BEBERAPA makanan ketika dikonsumsi dalam jumlah besar, maka hal ini bisa menjadi masalah. Salah satunya adalah meningkatkan risiko seseorang untuk terserang jenis kanker tertentu.
Pabrik ini diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan menjadi pusat inovasi industri gula yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved