Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
PENELITI Center of Reform on Economic (CoRE), Eliza Mardian, turut mengomentari ratusan ribu ton gula rafinasi yang menyebabkan banjirnya pasokan di pasar ritel dan menekan harga gula kristal putih (GKP) petani hingga di bawah Harga Acuan Pembelian (HAP) Rp14.500/kg.
"Ini tidak hanya merugikan petani tebu yang mayoritas kecil dan bergantung pada harga stabil tetapi juga mengancam target swasembada gula nasional, karena kalau petani dalam negeri merugi kalah saing, mereka tidak termotivasi menanam lagi," ujar Eliza saat dihubungi, Senin (11/8).
Kebocoran gula rafinasi ini, sambung Eliza, mencerminkan kegagalan pasar (market failure) di mana insentif pribadi (keuntungan dari penjualan ilegal) mengalahkan regulasi juga ditambah kurangnya pengawasan.
"Pengawasan distribusi gula rafinasi ini kurang ketat, pengawasannya dan pemeriksaannya kurang intens dan menyeluruh ke seluruh pabrik gula rafinasi. Yang diawasi jangan sampling, tapi semua industri," cetus Eliza.
Eliza mengungkapkan bahwa titik kebocoran ini biasanya terjadi ketika modus pengemasan ulang yakni gula rafinasi dicampur (oplos) dengan gula reject pabrik gula lokal yang kemudian dikemas menjadi gula konsumsi.
"Ketika gula rafinasi dijual ke market, berarti selama ini industri impornya berlebih. Mestinya dihitung dan disesuaikan dengan kapasitas produksinya. Kalau yang diimpor sesuai dengan kebutuhan, mungkin kebocoran ini tidak akan terjadi. Ketika oversupply di industri, agar tidak rugi, kan, maka gula tersebut harus dikeluarkan dari stok. Nah ini yang mestinya dievaluasi, kuota atau besaran volume impor gula rafinasi," tegasnya.
Selain itu, dirinya juga menyoroti struktur pasar yang cenderung oligopolistik yaitu dikuasai segelintir perusahaan yang memfasilitasi rembesan karena kurangnya transparansi dalam distribusi.
"Tentu kebocoran ini secara langsung merusak harga GKP petani karena menciptakan oversupply murah di pasar konsumsi, menggeser permintaan dari produk lokal dan menyebabkan produk petani tidak terserap karena harga rafinasi lebih murah daripada lokal," pungkasnya
Oleh karenanya, Eliza menyarankan agar pemerintah memperbaiki tata kelola impor dengan menyesuaikan kuota sesuai dengan kebutuhan. Di sisi lain, transparansi distribusi dan penjualan rafinasi di level industri juga harus menjadi hal yang harus diperhatikan.
"Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan ke level produsen. Kemudian, serap tebu petani, mewajibkan pabrik tebu BUMN menyerap tebu petani. Dan tetapkan TKDN bagi industri gula swasta agar meneyerap tebu petani. Lalu, berikan insentif bagi pabrik gula yang menyerap tebu lokal. Sanksi tegas pelaku yang membuat kebocoran karena merugikan petani dan bisa menganggu upaya swasemebada pangan," tandasnya. (E-4)
Dalam sebulan, tersangka mengoplos 300 ton-500 ton gula dengan keuntungan Rp150 juta per bulan.
Tom Lembong, mencicipi sampel gula rafinasi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7) untuk membantah tudingan jaksa bahwa gula rafinasi berbahaya
BEBERAPA makanan ketika dikonsumsi dalam jumlah besar, maka hal ini bisa menjadi masalah. Salah satunya adalah meningkatkan risiko seseorang untuk terserang jenis kanker tertentu.
JAKSA Penuntut Umum (JPU) mempertanyakan kebijakan impor gula mentah (raw sugar) yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong
Gula rafinasi adalah gula yang diperoleh melalui proses ekstraksi dari tebu atau bit gula.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved