Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Ekonomi Indonesia Dinilai Gelap

M Ilham Ramadhan Avisena
01/7/2025 21:08
Ekonomi Indonesia Dinilai Gelap
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda.(Dok. Antara)

ARAH pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai semakin suram. Indikator-indikator utama terus melemah, kebijakan publik dianggap belum efektif merespons tekanan ekonomi global maupun domestik, dan revisi pertumbuhan yang dilakukan pemerintah dinilai sebagai bentuk pengakuan bahwa ekonomi Indonesia berada di jalur yang tidak menguntungkan.

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini bukan lagi potensi, melainkan realitas. Ia menyebut kondisi ini sebagai situasi gelap yang sedang berlangsung.

"Indonesia gelap itu sebuah peristiwa yang sedang terjadi saat ini. Indikator ekonomi yang menunjukkan penurunan kinerja hingga kebijakan publik yang amburadul, semakin menunjukkan jalan Indonesia saat ini gelap," kata Huda saat dihubungi, Selasa (1/7).

Ia menyoroti beberapa sinyal negatif, salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 yang tidak sesuai ekspektasi, bahkan di tengah momen Ramadan dan Lebaran yang biasanya menjadi pendorong konsumsi.

Tak hanya itu, penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur pada Juni 2025 juga menjadi bukti makin lemahnya daya beli dan kehati-hatian pelaku usaha. Data purchasing manager index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat kembali turun ke level 46,9 di bulan Juni 2025 yang menunjukkan keengganan perusahaan untuk melakukan ekspansi.

Sinyal-sinyal tersebut juga diperkuat dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh berbagai lembaga internasional dan pemerintah. "Jadi sangat wajar jika banyak lembaga internasional yang merevisi pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah. Pemerintah yang awalnya menyangkal pun akhirnya menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di bawah 5,2%," kata Huda.

Sementara itu, periset dari Center of Reform on Economics (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengamini pentingnya revisi proyeksi sebagai bentuk kesadaran pemerintah akan tekanan ekonomi yang semakin kuat. Ia menyebut bahwa realisasi pertumbuhan bisa berada di batas bawah, bahkan berisiko lebih rendah dari 4,7%.

Dia menyarankan agar pemerintah tidak hanya berhenti di revisi, tetapi juga mulai merumuskan mitigasi kebijakan yang lebih ekspansif, terutama dalam pengelolaan anggaran dan stimulus fiskal. Ia menilai pelebaran defisit anggaran sejalan dengan pelemahan aktivitas ekonomi dan turunnya penerimaan negara, terutama dari pajak.

"Aktivitas ekonomi yang melambat maka kemampuan pemerintah untuk menarik pajak dari aktivitas tersebut juga ikut mengalami penurunan dan penurunan ini akhirnya memberikan efek terhadap kenaikan defisit," kata Yusuf.

Dalam kondisi seperti ini, Yusuf menilai perlu adanya intervensi fiskal yang lebih tepat sasaran, terutama pada bulan Juni dan Juli 2025. Ekspansi seperti pemberian stimulus menurutnya diperlukan, terutama ke sektor yang mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga.

Dari sisi eksternal, Yusuf memperkirakan peluang surplus neraca dagang masih terbuka, terutama akibat harga minyak global yang relatif stabil. Namun, ia mengingatkan bahwa tekanan dari potensi perang tarif antara Amerika Serikat dan negara-negara lain bisa menurunkan kinerja ekspor Indonesia dalam waktu dekat.

"Risiko neraca dagang kembali mengalami defisit juga tidak tertutup, mengingat potensi dari penurunan ekspor akan terjadi ketika dinamika potensi perang dagang akan kembali meningkat," terangnya.

Penurunan kinerja ekspor ini, lanjut Yusuf, akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Kombinasi antara lemahnya konsumsi, ekspor yang tertekan, dan kebijakan fiskal yang belum agresif dinilai sebagai tantangan serius yang menuntut langkah nyata dari pemerintah agar kondisi ekonomi tidak terus tenggelam dalam ketidakpastian. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik