Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
SURAT Edaran Otoritas Jasa Keuangan atau SE OJK No. 7 Tahun 2025, tentang penyelenggaraan produk asuransi jiwa dengan manfaat kesehatan, akan diberlakukan pada 1 Januari 2026. Banyak hal yang harus diperhatikan oleh nasabah.
Kepala Departemen Klaim dan Manfaat Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Dian Budiani, memberikan penjelasan dan tips kepada nasabah. Dian menjelaskan di SEOJK No 7 Tahun 2025 ini isinya ada 9 point.
1. SDM yang wajib dimiliki oleh perusahaan.
2. MAB (medical advisory board).
3. Pertukaran data secara digital dengan fasilitas kesehatan.
4. 10 % co-payment dari total pengajuan klaim.
5. Prioritaskan MCU untuk usia dan kondisi kesehatan tertentu.
6. Laporan performa klaim yang dapat diakses pada database asuransi dengan diselenggarakan oleh asosiasi.
7. Waiting period yaitu polis infividu paling lama 30 hari kalender dan paling lama 1 tahun untuk manfaat penyakit kritis /kronis. 8. Repicing oada saat perpanjangan polis (berdasarkan riwayat klaim dan/atau tingkat inflasi.
9. Fitur koordinasi manfaat (antara PA, PAS, dan unit syariah pada PAdengan penyelenggara jaminan lain).
Adapun 5 hal yang harus diperhatikan oleh nasabah;
1. Co-payment. Minimal 10 % dengan batas maksimal Rp300 ribu untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap.
2. Masa tunggu. Untuk masa tunggu umumnya 30 hari. Bisa sampai 1 tahun untuk penyakit kritis/ kronis.
3. Batasan manfaat. Nasabah harus memperhatikan annual limit dan life limit dalam polis.
4. Pre-existing condition. Penyakit yang sudah ada bisa dikecualikan. Dalam hal ini nasabah harus membaca polis dengan teliti.
5. Penggunaan secara bijak. Hindari over utilitas. Gunakan secara kebutuhan medis.
"Dari sembilan di atas, kalau saya melihat dari sisi nasabah yang paling efektif adalah co-payment. Karena di situ skill yang bermain. Kalau kita sakit nih, bisa mikir dulu, kira- kira klaim ngak yah? Rp300 ribu, Rp3 juta masuk akal apa tidak ,"katanya.
Karena sebetulnya, lanjut Dian, banyak treatment juga bisa membuat stress. Contoh tes darah, tes MRI dan lain-lain. Pada prinsipnya bukan hal yang menyenangkan untuk dites, terlebih menunggu hasilnya keluar. Belum lagi rumah sakit itu termasuk tempat yang berbahaya, penuh kuman.
"Jadi menurut saya SE OJK ini membuat nasabah harusnya berpikir kritis, karena semangat mikir aku bayar berapa? Co-payment-nya bayar berapa? Jangan sampai rugi. Harus berpikir aktif. Ini benar harus dioperasi? Emang tidak ada cara lain? Tidak apa- apa menanyakan hal yang seperti itu,"katanya.
Pasien atau nasabah, lanjutnya, harus aktif bertanya, kenapa obat ini diperlukan? Kenapa tindakan ini diperlukan? Apakah memang harus dirawat dengan cara itu? Harus treatment seperti iti? Harus operasi? Memang operasinya harus pakai yang semahal itu?
Yang lainnya, nasabah pastinya juga harus tahu dulu limit co-payment-nya, produknya itu ada masa tumbuh berapa hari? Kemudian annual limitnya juga harus tahu.
"Takutnya sudah lewat limitnya, tidak bisa dirawat deh. Kondisi? Dia ada penyakit kritis, kronis di polis. Itu dibaca, jangan sampai kelewat. Yang terakhir, itu contoh ada pemberian 20 tablet atau over utilitation-nya harus diperhatikan," pungkasnya. E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved