Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
SEKTOR kelautan dan perikanan masih terbilang belum banyak tersentuh oleh layanan perbankan.
Selain masalah akses, keterbatasan pemahaman teknis terkait dari perbankan membuat total penyaluran kredit untuk sektor kemaritiman itu hanya sebesar Rp22,5 triliun (0,05%) dari total penyaluran kredit sekitar Rp4.000 triliun hingga Agustus 2016.
"Ini harus diperbaiki. Karakter kelautan dan perikanan ini hasilnya memang suka berubah sesuai dengan iklim dan cuaca, padahal industri keuangan tidak mengenal itu. Ini harus didesain sedemikian rupa," papar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (7/11).
Menurutnya, pegawai perbankan memang harus dibekali dengan pengetahuan teknis karena sering kali perbankan ogah menyalurkan kredit kepada para nelayan dan pengusaha perikanan karena tidak tahu tentang sektor itu.
"Sering karena ingin cepat, bank langsung menolak. Padahal, bank bisa kehilangan kesempatan besar karena sektor bahari ini sangat potensial," paparnya.
Dia mencontohkan sektor peternakan yang sudah mendapat penyaluran kredit yang cukup karena perbankan sudah mengetahui teknis dan risiko sektor itu.
"Perlu ada kerja sama antara perbankan dan industri keuangan lain, seperti asuransi," urainya.
Pengusaha di bahari sebaiknya mengasuransikan kapal sehingga perbankan merasa aman untuk menyalurkan kredit.
"Asuransi rangka kapal akan kita dorong lagi karena kalau asuransi masuk, bank akan merasa aman karena ada jaminan. Pengusaha, khususnya yang sudah berada di level menengah ke atas, sebenarnya juga bisa memanfaatkan pembiayaan lewat pasar modal dengan IPO (pencatatan saham perdana di lantai bursa) untuk alternatif pembiayaan," tutur Muliaman.
Di kesempatan yang sama, General Manager PT Bank BNI (persero) Tbk Josdy Situmorang mengaku baru menyalurkan kredit ke sektor maritim sebesar Rp1,7 triliun hingga September 2016.
"Kredit macet (NPL) di pengolahan ikan masih sangat tinggi. Namun, untuk perdagangan dan perikanan tangkap sudah mulai banyak yang disalurkan," ucapnya.
Walakin, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menilai pembiayaan untuk berusaha di Indonesia memang masih menyulitkan.
"Sulitnya memperoleh pembiayaan menjadi faktor nomor empat daya saing Indonesia masih rendah. Nomor tiganya infrastruktur yang minim," cetus Rosan.
Implementasi inpres
Pengembangan sektor perikanan sejatinya semakin diperkuat dengan adanya Instruksi Presiden 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, yang dirilis awal Agustus 2016.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Sri Adiningsih mengatakan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada 2018 harus diikuti dengan berbagai evaluasi kebijakan.
"Inpres itu juga berarti deregulasi dan debirokratisasi. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus mengevaluasi kebijakan yang menghambat perikanan tangkap, pengolahan, budi daya, dan pertambakan garam," cetus Sri.
Menurutnya, sektor maritim ialah potensi besar dan perlu digarap lebih baik lagi.
"Karena itu, Presiden Jokowi menginginkan segera adanya laporan dari kementerian terkait tentang implementasi Inpres No 7/2016," tutup Sri. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved