Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Perlu Sosialisasi Terkait Hak Pakai

IQBAL MUSYAFFA
04/11/2016 02:20
Perlu Sosialisasi Terkait Hak Pakai
(Ilustrasi)

SETELAH terbit Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Kepemilikan Rumah Tinggal atau Hunian untuk Warga Negara Asing di Indonesia, industri properti menyambut baik. Aturan tersebut dianggap sebagai terobosan penting untuk bergeraknya industri properti nasional yang sedang redup. Namun, aturan tersebut tidak mendapat tanggapan positif dari konsumen asing karena status kepemilikan Hak Pakai dianggap tidak kredibel dan tidak diterima dunia perbankan untuk bisa dijadikan agunan. Menanggapi hal tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengeluarkan Peraturan Menteri ATR Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak atas Kepemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. "Dengan Permen tersebut, orang asing boleh memiliki rumah tapak ataupun apartemen tetapi tetap terkontrol," ujar Sofyan dalam kegiatan grup diskusi di Jakarta, Senin (31/10).

Peraturan tersebut mengatur maksimal kepemilikan asing untuk rumah tapak dengan luas 2.000 meter2 dengan harga minimal Rp10 miliar dan Rp3 miliar untuk apartemen di Jakarta. Hak Pakai untuk rumah tapak ataupun rumah susun diberikan selama 30 tahun dan bisa diperpanjang lagi selama 20 tahun dan bisa ditambah lagi 30 tahun dengan total kepemilikan selama 80 tahun seperti halnya HGB," urainya. Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati mengatakan BI memperbolehkan perbankan memberikan kredit kepada warga asing selama untuk pembiayaan konsumsi di Indonesia, seperti untuk pembelian properti. Hal tersebut diatur di dalam Peraturan BI Nomor 18/19/PBI/2016 Tanggal 7 September 2016.

Permasalahan di lapangan ialah masih adanya persepsi yang menganggap status properti Hak Pakai, Hak Milik, maupun HGB. "Itu yang masih menjadi pertimbangan perbankan untuk menyalurkan pinjaman ke orang asing untuk membeli properti. Khawatir nilai Hak Pakai lebih rendah bila mau dijual kembali harganya bisa turun." Yati menilai perlu dilakukan sosialisasi berkelanjutan terkait dengan Hak Pakai yang memiliki status sama dengan HGB dan Hak Milik. "Dulu aturannya tidak begitu, tapi sekarang kan statusnya sudah sama jadi perlu sosialisasi. Dan BI gak bisa sosialisasi sendiri karena aturannya dikeluarkan Kementerian ATR."

Jangan sampai mubazir
Pengamat ekonomi Aviliani mengingatkan agar kebijakan yang sudah bagus tersebut tidak mubazir karena sekarang banyak warga asing yang datang ke Indonesia untuk berwisata daripada untuk bisnis. Perbandingan keduanya berdasarkan target pemerintah ialah 150 ribu pebisnis, sedangkan 10 juta wisatawan. "Untuk turis yang ingin membeli properti harus diatur detil terkait kepemilikan propertinya karena kan mereka tidak tinggal terus di Indonesia."

Namun, lanjutnya, bila pun menyasar turis, harus diprioritaskan di daerah-daerah yang banyak turisnya dan aturannya menyesuaikan dengan karakteristik turis. Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Eddy Hussy berharap tidak ada lagi persepsi dan penafsiran yang berbeda-beda terkait dengan status hak kepemilikan properti. Dengan demikian, pemberlakuan peraturan kepemilikan properti untuk warga asing bisa efektif dan mampu memajukan industri properti, serta mendatangkan devisa besar untuk negara. (S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya