Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Bahlil Ungkap Pendapatan Masyarakat di Morowali Tinggi akibat Adanya Hilirisasi Nikel

Naufal Zuhdi
16/10/2024 21:59
Bahlil Ungkap Pendapatan Masyarakat di Morowali Tinggi akibat Adanya Hilirisasi Nikel
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.(ANTARA)

MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa ekspor nikel di Morowali tercatat sebesar 50-60% dari total ekspor nasional. Dengan besarnya angka tersebut, tentunya memberikan dampak pendapatan yang baik, khususnya untuk masyarakat Morowali yang berada di sekitar smelter-smelter.

"Terutama di masyarakat sekitar tambang. Pendapatan mereka bisa sampai dengan Rp30 juta-Rp150 juta. Mereka bukan karyawan daripada petes smelter atau hilirisasi itu. Mereka mampu memaksimalkan ruang-ruang ekonomi dengan membuat rumah kos, mensuplai barang makanan, dan macam-macam," beber Bahlil di Sidang Promosi Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (16/10).

Dengan angka ekspor yang besar itu, Bahlil menyebut bahwa angka ekspor nikel terus meningkat dari tahun ke tahun. "Nikel ini menurut saya cukup bagus. Karena kita melakukan ekspor di 2017 itu hanya kurang lebih sekitar US$3,3 miliar, dan sekarang mencapai US$34 miliar," sebutnya.

Namun sayangnya, walaupun angka ekspor nikel yang terus meningkat setiap tahunnya, dana bagi hasil (DBH) yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah sangatlah kecil. Sebagai contoh, Bahlil menyebut bahwa di Halmahera Tengah, satu kawasan industri bisa menghasilkan Rp12,5 triliun dari nikel. Akan tetapi, pemerintah pusat hanya membagikan kepada kabupaten sebesar Rp1,1 triliun dan Rp900 miliar kepada pemerintah provinsi.

"Saya pikir ke depan atas dasar hasil ini kita akan melakukan perubahan. Maka kemudian reformulasi yang kami sarankan adalah yang pertama, 30% sampai 49% kami ingin penerimaan negara harus dibagi ke daerah," jelasnya.

Selain itu, Bahlil juga meminta formulasi kebijakan dukungan pembiayaan kepada pengusaha nasional. Pasalnya, banyak tokoh-tokoh nasional mengatakan kepada saya kenapa nilai tambah hilirisasi itu hanya dapatkan oleh AS. "Jawabannya adalah, salah satu diantara masalah kita adalah perbankan nasional kita yang belum membiayai investasi di sektor hilirisasi. Ini harus ada. Karena di Korea, di Jepang, di China, itu ada. Andaikan pun sekarang ada, optimalisasi daripada pendiayaan kredit itu belum maksimal," tuturnya.

Di sisi lain, Bahlil juga menegaskan bahwa hilirisasi tetap merupakan langkah baik yang diambil pemerintah. "Memulai dari kekurangan jauh lebih baik daripada tidak memulai sama sekali dan kita akan melakukan perbaikan," imbuh dia.

Di samping itu, Bahlil tidak menutupi bahwa dampak dari hilirisasi juga mengarah kepada hal yang buruk. Buktinya, angka penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di Morowali cukup tinggi, yakni di angka 54%. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Morowali banyak menjadi sasaran pembangunan smelter, khususnya nikel. "Kesehatan ISPA di Sulawesi Tengah, khususnya di Morowali 54% itu kena semua. Kemudian di Halmahera Tengah itu jauh lebih baik. Dan air di sana untuk air di Morowali, waduh itu minta ampun," tandasnya.

Namun, ia pun memohon maklum atas dampak buruk dari hilirisasi itu. Dia berdalih itu terjadi karena hilirisasi adalah program baru dan pemerintah belum punya pengalaman. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik