Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KEBIJAKAN untuk memberlakukan kemasan polos pada rokok dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mendapatkan penolakan keras dari sejumlah asosiasi rokok. Kebijakan tersebut dinilai tidak adil dan hanya meningkatkan peredaran rokok ilegal yang tidak berkontribusi pada pendapatan negara.
Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi mengatakan bahwa industri rokok merupakan industri tua yang sudah ada berpuluh-puluh tahun di Indonesia. Industri ini memberi sumbangan yang besar bagi pendapatan negara dan mendukung roda ekonomi Indonesia.
"Terus terang kami melihat ini akan menyebabkannya kerugian bagi kami, bagi petani tembakau, petani cengkeh, bagi pedagang. Sementara ini akan menguntungkan rokok ilegal, mereka tidak bayar cukai," ujarnya dalam acara CNBC Indonesia Coffee Morning Tembakau, Kamis (19/9).
Baca juga : Anggota Baleg Kritik Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Kemenkes
Benny menegaskan bahwa industri rokok merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Kontribusi devisa yang disumbangkan industri ini mencapai 1 miliar dolar AS.
"Tahun 2023 devisa atau cukai rokok itu Rp213 triliun, penerimaan negara dari BUMN hanya Rp80 triliun. Memang agak lain industri tembakau di Indonesia ini," imbuhnya.
Menurutnya ekosistem industri rokok Indonesia sudah terbangun sejak dahulu. Mulai dari hulu hingga hilir semuanya merupakan produk dalam negeri seperti petani tembakau, petani cengkeh, pabrik kertas kanvas dan sebagainya yang ada di Indonesia.
Baca juga : Gerak Cepat, Bea Cukai Malili Hentikan Mobil Pembawa Lima Karton Rokok Ilegal
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengatakan bahwa sebenarnya sudah ada banyak aturan yang membatasi industri rokok. Aturan-aturan itu masih bisa ditolerir dan tidak merugikan industri rokok dalam negeri.
Namun, dengan adanya RPMK ini, industri rokok seakan dipaksa atau disuntik mati secara perlahan. Dan di sisi lain, justru menyebabkan penyebaran rokok ilegal makin luas dan tidak terkendali.
"Industri ini dibuat menjadi sunset industri dan ujung-ujungnya habis. Industri ini dipojokan dengan stigma sebagai industri yang sangat berbahaya," kata dia.
Baca juga : Bea Cukai Labuan Bajo Musnahkan Barang Ilegal Senilai Rp 1,1 Miliar
Bila aturan tersebut disetujui, dia menyebut akan ada badai ekonomi yang besar. Sebab industri lokal memiliki ekosistem yang lengkap dan bila ada regulasi yang menghambat maka akan mempengaruhi semua ekosistem termasuk petani dan pekerja.
Dia menambahkan bahwa Indonesia tidak bisa mengikuti aturan atau kebijakan di negara lain seperti Australia hingga Singapura. Negara-negara tersebut bukan negara produsen rokok. Berbeda dengan Indonesia yang merupakan produsen rokok dengan bahan baku dan bahan jadi dari dalam negeri.
"Beberapa negara yg mencantumkan kemasan polos di situ justru rokok ilegal meningkat. Perancis rokok ilegal 29%. Kita tidak bisa mengikuti negara Asean dan G20 tertentu, negara Asean tidak seperti Indonesia yang produsen sejak dari petani, produsen bahan baku, dan bahan jadi," tandasnya.(N-2)
Bea Cukai membentuk Satgas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal sebagai langkah strategis menekan peredaran rokok ilegal.
Bea Cukai bersama BAIS TNI berhasil menggerebek pabrik dan gudang pengepakan rokok ilegal di Desa Sentul, Sidoarjo.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil menggagalkan upaya penyelundupan ribuan karton rokok ilegal. Barang selundupan itu diangkut menggunakan dua unit kapal cepat.
Sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dinilai mengancam keberlangsungan industri dan kesejahteraan jutaan pekerja industri hasil tembakau.
Menurutnya, Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Rokok Ilegal belum menyasar akar masalah karena terlalu fokus pada penindakan di bagian hilir tanpa mengatasi sumber permasalahan dari sisi hulu.
Pemerintah didesak untuk memberlakukan moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved