Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Pelaksana Tugas Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menekankan pentingnya keberadaan Badan Sawit yang bertanggung jawab penuh terhadap pengembangan industri sawit dari hulu sampai ke hilir. Ia mengatakan, lembaga tersebut dibutuhkan demi menciptakan kepastian hukum dan regulasi sehingga para pelaku usaha merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan bisnis di Tanah Air.
Menurutnya, saat ini, terlalu banyak kementerian/lembaga yang mengatur industri minyak sawit sehingga banyak aturan yang tumpang tindih. Bahkan, ada banyak instansi di daerah yang ikut campur hingga membuat iklim investasi menjadi tidak kondisif. Pelaksanaan produksi pun menjadi tidak optimal.
“Oleh sebab itu, kita perlu satu badan khusus saja agar laju industri sawit berjalan optimal. Jangan Kementerian-kementerian banyak cawe-cawe ke sawit. Cukup satu badan saja. Kementerian lain hanya mendukung. Kami ingin tumpang tindih regulasi yang menghambat industri di sektor sawit bisa diselesaikan,” ujar Sahat dalam Workshop Industri Hilir Sawit yang dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/2).
Baca juga : Selaraskan Langkah Bersama, Perkuat Perkelapasawitan Indonesia
Salah satu contoh konkret dari suksesnya kebijakan tersebut bisa dilihat di Malaysia. Negara tetangga yang hanya memiliki 5 juta hektare lahan sawit, hanya sepertiga dari luas lahan sawit di Indonesia yang mencapai 16,8 juta hektare, bisa lebih maju dalam hal hilirisasi karena memiliki Lembaga Minyak Sawit Malaysia. Hasilnya, mereka punya sekitar 260 produk turunan sawit. Sementara, Indonesia hanya 179 produk turunan sawit.
“Mereka bisa menghasilkan tokotrienol dari sawit. Tokotreanol per kilogram itu harganya US$800. Kenapa mereka bisa banyak? Karena pengusaha aman disana. Tidak tiba-tiba ada kesatuan pemuda setempat yang datang, atau tiba-tiba regulasi berubah," ucapnya.
Sahat mengungkapkan, pada 2023, nilai dari hasil hilirisasi sawit di Tanah Air mencapai US$62,9 miliar. Angka tersebut berasal dari hasil ekspor sebesar US$38,4 miliar, penjualan domestik US$21,4 miliar dan pengadaan biomassa US$3,1 miliar. Ia meyakini, jika Badan Sawit dibentuk, nilai yang dihasilkan akan mengalami peningkatan signifikan.
Baca juga : BPDPKS-Aspekpir Kolaborasi Kembangkan UKM dan Koperasi Berbasis Sawit di Sultra
“Produk hilir sawit pada 2007 hanya 54 jenis. Angkanya naik menjadi 179 di 2023. Kesempatan untuk terus berkembang dan memperoleh nilai yang lebih besar masih terbuka luas,” tandasnya. (Z-11)
PT Mitra Murni Perkasa (MMP), anak usaha MMS Solution dan bagian dari MMS Group Indonesia (MMSGI), resmi memasuki tahap Power On untuk smelter nikel matte high grade.
Dirketur Utama Antam Achmad Ardianto berkomitmen membawa perseroan untuk tumbuh sebagai global key player dalam industri pertambangan yang berkelanjutan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty menyoroti potensi kerusakan terumbu karang akibat lalu lintas tongkang pengangkut nikel.
Pramono menekankan jika berbagai aspek ketahanan di Jakarta dapat terus diberdayakan, hal ini bisa menjadi strategi efektif untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meningkatkan kerja sama dengan sejumlah universitas di Tiongkok yang memiliki keunggulan program untuk mendukung industri hilirisasi.
MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuding adanya serangan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait kebijakan hilirisasi yang dijalankan Indonesia.
PalmCo juga diyakini dapat berperan mengurangi sejumlah tantangan dalam industri sawit nasional yang selama ini masih sangat kompleks.
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, kedua negara mendominasi 85% pangsa pasar minyak sawit dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved