TINGKAT optimisme terhadap Indonesia dinilai semakin meningkat. Itulah hasil survei tahunan kelima tentang konsumen di negara-negara berkembang yang dirilis Credit Suisse Research Institute, kemarin.
Dalam survei bertajuk Credit Suisse Emerging Consumer Scorecard 2015 itu lembaga pemeringkat tersebut mengkaji sentimen konsumen di negara-negara berkembang serta faktor-faktor pendorongnya.
Kajian memberi pemahaman terkini mengenai sentimen konsumen dan pola konsumsi masa depan pada saat negara-negara berkembang menjadi pusat perhatian terkait dengan tingkat pertumbuhan yang melambat dan berbagai tantangan baru yang disebabkan harga komoditas saat ini serta gejolak kurs mata uang asing.
Dalam survei, Credit Suisse bekerja sama dengan perusahaan riset pasar global Nielsen untuk melakukan wawancara tatap muka terhadap hampir 16 ribu konsumen di sembilan negara, yaitu Brasil, Tiongkok, India, Indonesia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Turki.
Riset itu memiliki keunikan dalam menetapkan tolok ukur perilaku konsumen di negara-negara tersebut secara konsisten dan terperinci dengan mengajukan sekitar 100 pertanyaan untuk membentuk profil perincian mengenai kebiasaan berbelanja konsumen, rencana mereka di masa depan, dan faktor-faktor yang memengaruhi mereka.
Stefano Natella, Global Co-Head Securities and Analytics Research Credit Suisse, mengatakan survei itu memberikan analisis unik dan rinci mengenai sentimen konsumen di negara-negara berkembang.
''Saat banyak perusahaan lain meneliti prospek makro negara berkembang di tengah gejolak yang terjadi saat ini, analisis yang kami lakukan menggunakan metode dari bawah ke atas menyoroti betapa berbedanya sentimen konsumen.''
Giles Keating, Global Head of Research for Private Banking and Wealth Management Credit Suisse, menambahkan, ''Survei ini menunjukkan dampak bertentangan dari anjloknya harga minyak dunia di negara-negara berkembang. Sentimen konsumen di Rusia dan pusat-pusat ekonomi di Amerika Latin mendapat tekanan. Sebaliknya, sentimen konsumen di India sangat kuat karena ditopang reformasi. Secara keseluruhan, kesempatan investasi secara struktural di negara-negara ini masih ada, walau tetap rentan.''
Langgeng Pengamat ekonomi Hendri Saparini melihat optimisme Indonesia akan langgeng kendati situasi politik dalam negeri kurang kondusif. Pengamat yang akrab disapa Rini itu menyoroti faktor penurunan harga minyak dunia yang berimbas pada penurunan defisit transaksi berjalan.
''Kalau dari sisi Indonesia impact-nya cukup signifikan. Defisit neraca transaksi berjalan misalnya, kalau selama ini defisit sebagian besar dari minyak, dengan turunnya harga minyak diharapkan lebih rendah defisitnya sehingga kerentanan ekonominya juga semakin kecil,'' kata Rini saat dihubungi, kemarin.
Menurut Rini, turunnya harga minyak dunia yang berimbas pada turunnya harga BBM ialah faktor yang paling berperan besar pada optimisme yang berkembang di Indonesia.(Fat/X-7)