Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
Peningkatan suku bunga acuan secara agresif dinilai tidak tepat untuk diterapkan dalam menyikapi situasi inflasi global saat ini. Sebab, persoalan utama yang dihadapi saat ini berada pada sisi suplai maupun pasokan, bukan permintaan.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Bloomberg CEO Forum: Moving Forward Together, Jumat (11/11). "Jika sumber kenaikan (inflasi) di sisi penawaran, maka tidak bisa begitu saja menggunakan tingkat suku bunga untuk benar-benar meredam inflasi," ujarnya.
Bergerak liarnya tingkat inflasi saat ini, kata Sri Mulyani, mesti dilihat sebab utamanya. Ini berangkat dari permasalahan rantai pasok global yang terhambat, akibat dampak pandemi dan juga perang Rusia-Ukraina yang berujung pada terbatasnya pengiriman bahan pangan dan energi.
Alih-alih terus menaikkan suku bunga acuan dan berharap inflasi melandai, tiap negara mestinya mencari solusi untuk mengatasi ihwal pasokan yang tersendat. "Ini saya sampaikan di forum G20 di Washington kemarin, menggunakan suku bunga itu seperti antibiotik, akan mempengaruhi keseluruhan ekonomi," jelas menkeu.
Penanganan dan pengendalian inflasi di Indonesia, misalnya, lanjut perempuan yang karib disapa Ani tersebut, terbilang berhasil lantaran Bank Indonesia dengan pemangku kepentingan lain bergerak bersama mengatasi persoalan ketersediaan pangan.
Itu dilakukan melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/D) dan Gerakan Nasional Pengendali Inflasi Pangan (GNPIP) yang terus digalakkan. Selain itu, pemerintah pusat juga menjanjikan insentif kepada pemerintah daerah yang berhasil menekan peningkatan inflasi di wilayahnya.
Hal tersebut juga dilakukan menyusul dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal September 2022. Guna mengantisipasi dampak kenaikan harga bensin, pemerintah kemudian mempertebal perlindungan sosial guna menjaga daya beli masyarakat, utamanya golongan rumah tangga menengah ke bawah.
Hasilnya, inflasi di Indonesia terbilang relatif terkendali bila dibandingkan dengan banyak negara lain. "Kami awalnya berekspektasi pada saat itu inflasi akan naik sebesar 6,8%. Namun apa yang terjadi? inflasi kita hanya meningkat menjadi 5,9% dan sekarang di 5,7%, bahkan deflasi terjadi pada bulan September dan Oktober," urai Ani.
"Itu yang dilakukan Indonesia dan itu bagus. Kita masih dapat melihat konsumsi yang masih sangat kuat pada triwulan ketiga, golongan rumah tangga menengah ke atas sebenarnya melakukan hal yang sangat sangat kuat dalam mendukung masalah pemulihan ini," pungkas dia. (OL-12)
LAPORAN Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta mencatat inflasi sebesar 0,13% pada Juni 2025 dibanding bulan sebelumnya.
Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat laju inflasi pada Juni 2025 di wilayah ini sebesar 0,23% (month-to-month - mtm).
INFLASI bulanan pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,19%, ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,07 pada Mei menjadi 108,27.
Pada pertengahan Juni 2025, harga beras di beberapa pasar tradisional Kabupaten Deli Serdang naik hingga 3,4% dibanding bulan sebelumnya.
Reorientasi belanja daerah sebagai bantalan fiskal yang tangguh dapat menjadi strategi lain guna mengendalikan inflasi daerah.
BANK Indonesia(BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 5,50%. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved