Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan bahwa dunia saat ini tengah menghadapi ketidakpastian yang sangat tinggi akibat dari agresifnya kebijakan moneter Amerika Serikat, tensi geopolitik Rusia dan Ukraina, fenomena heatwave dan kebijakan proteksionisme di berbagai negara, serta kebijakan zero covid di Tiongkok.
Hal ini telah menyebabkan kesulitan bagi hampir semua negara di dunia dan diprediksi akan terjadi perlambatan ekonomi sampai dengan resesi global pada tahun 2023. Untuk menghadapi kondisi ketidakpastian ini, beberapa negara bahkan dikatakan telah meminta bantuan keuangan kepada IMF.
"Kalau kita lihat dari pertemuan IMF dan World Bank Annual Meeting yang baru saja selesai, di situ terinfo bahwa saat ini sudah ada 28 negara yang telah mengajukan bantuan keuangan dari IMF," ungkapnya dalam acara Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan Semester I 2022 secara virtual, Jumat (20/10).
Lebih lanjut, Destry menambahkan Indonesia tetap harus waspada terhadap konsisi ini. Namun, Indonesia juga dikatakan harus tetao optimis.
"Kita waspada karena tekanan yang terjadi di ekonomi global pasti akan mempengaruhi ekonomi kita. Namun kita juga harus optimis karena Indonesia mempunyai daya dukung ekonomi yang cukup bervariasi dan solid," kata Destry.
"Di tambah kita punya ekonomi domestik yang juga kuat baik itu didukung konsumsi masyarakat dan potensi ekonomi yang luar biasa di Indonesia," sambungnya.
Dia mengakui bahwa Indonesia mengalami tekanan inflasi pada saat ini saka halnya dengan yang terjadi di seluruh negara dunia. Bahkan pada tahun 2022 ini, inflasi diperkirakan akan melebihi batas atas 3% plus minus 1%.
Untuk menghadapi kondisi ini, sinergi kebijakan dalam rangka stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi itu sangat diharapkan untuk terus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan, khususnya dalam penanganan inflasi.
"Pemerintah punya TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) dan TPIP (Tim Pengendalian Inflasi Pusat) dan pemerintah juga menggelar GNPIP (Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan) yang dalam dua bulan terakhir gencar dilakukan di berbagai daerah, sehingga kita melihat tekanan inflasi di sektor pangan khususnya, sudah mulai mengalami penurunan," ujar Destry.
Selain itu, stabilitas sistem keuangan juga dikatakan cukup terjaga untuk mempertahankan daya tahan ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit Agustus 2022 sudah mencapai 10,62% secara tahunan (yoy).
Destry memandang peluang tumbuhnya kredit masih cukup besar karena dari sisi demand masih kuat baik dari korporasi yang berorientasi ekspor maupun untuk korporasi berorientasi domestik.
"Maka kita perkirakan pertumbuhan kredit di 2022 akan mencapai 9% hingga 11%," pungkasnya. (Des)