Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
BANK Indonesia (BI) diperkirakan masih akan menahan suku bunga acuan di level 3,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Pasalnya beberapa faktor yang umumnya mempengaruhi kebijakan suku bunga acuan saat ini cenderung stabil.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah saat dihubungi, Senin (22/8). Menurutnya, kendati tingkat inflasi mengalami peningkatan beberapa bulan terakhir, hal itu tidak sepenuhnya berasal dari faktor-faktor moneter.
Baca juga: Presiden Resmikan Lumbung Mangga di Gresik
"Inflasi memang sudah meningkat, tetapi penyebabnya bukan sepenuhnya faktor moneter. Sementara aliran modal asing sudah kembali masuk dan rupiah menguat. Jadi saya yakin BI akan lebih confident untuk tetap menahan suku bunga," ujarnya.
Piter menilai, wacana kebijakan penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah bakal menjadi pertimbangan dalam RDG. Bila pengambil kebijakan telah menyampaikan informasi pasti terkait hal itu kepada bank sentral, maka diperkirakan suku bunga acuan bakal dinaikkan.
Penaikan tingkat suku bunga acuan bakal dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan inflasi akibat penyesuaian harga BBM bersubsidi. Namun, kata Piter, wacana itu belum sepenuhnya terkonfirmasi dengan jelas dari pengambil kebijakan.
"Kalau itu yang terjadi (harga BBM subsidi naik), BI saya perkirakan akan menaikkan suku bunga acuan dalam upaya mengantisipasi lonjakan inflasi akibat kenaikan BBM subsidi pertalite. Setidaknya BI akan menaikkan suku bunga 25 basis poin (bps)," jelas Piter.
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh ekonom dari Bank Permata Josua Pardede. Dia menilai situasi dan kondisi perekonomian di Agustus ini amat mendukung bank sentral untuk kembali menahan tingkat suku bunga acuannya.
Selain inflasi inti yang masih terkendali, imbuh dia, volatilitas nilai tukar rupiah sepanjang Agustus ini cenderung menurun bila dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan volatilitas itu didorong oleh rilis data inflasi Amerika Serikat yang cenderung menurun serta ekspektasi less-hawkish (kemungkinan penaikan suku bunga acuan yang lebih sedikit) dari The Federal Reserve (The Fed).
Sedangkan dari dalam negeri, kata Josua, data transaksi berjalan Indonesia pada triwulan II 2022 yang mencatatkan surplus 1,1% terhadap PDB juga akan menjaga stabilitas rupiah. Namun dia menilai hingga akhir tahun kemungkinan besar bank sentral bakal menaikan suku bunga acuan hingga 50-75 bps.
"Ekspektasi tersebut sejalan dengan ekspektasi penurunan surplus transaksi berjalan pada semester II 2022 dan upaya untuk menjangkar ekspektasi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan inflasi harga begejolak dan inflasi harga diatur pemerintah," terang Josua.
Menyoal rencana penyesuaian harga BBM oleh pemerintah, dia menyampaikan, kenaikan harga 30% dari BBM jenis pertalite akan berdampak pada kenaikan inflasi hingga 0,93%. Itu diasumsikan dengan harga pertalite akan menjadi Rp10 ribu per liter dan proporsi BBM subsidi itu terhadap total BBM yang ada mencapai 80%.
Sedangkan bila harga BBM jenis solar mengalami kenaikan 30%, maka akan terjadi peningkatan inflasi 0,04% secara langsung. Dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi itu, maka tingkat inflasi hingga akhir tahun diperkirakan berkisar 6-7%. Namun, jika pemerintah tidak menaikkan harga BMM, maka inflasi hingga akhir tahun diperkirakan akan berkisar 4-5%. (OL-6)
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan, atau BI Rate di level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 dinilai sebagai langkah yang tepat.
Fixed Income Research PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Karinska Salsabila Priyatno menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat sangat terbatas.
KETIDAKPASTIAN arah kebijakan moneter Amerika Serikat kembali menjadi perhatian setelah desakan terbuka Presiden Donald Trump agar Federal Reserve memangkas suku bunga acuan.
BTN mempertegas posisinya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan nasional dengan menggelar Akad Kredit Massal KPR Non-Subsidi secara serentak di lima kota besar
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved