Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menuding adanya praktik false demand (permintaan fiktif) atas minyak goreng curah. Hal itu menurutnya menjadi sebab harga minyak goreng curah relatif masih tinggi di tingkat konsumen.
"Demand fiktif migor curah itu kini berada jauh di atas normal. Data-data kami, dan proyeksi normal pemakaian migor curah itu hanya 190,4 ribu ton per bulan. Ini akibatnya ada disparitas harga yang terjadi berkisar Rp7.200 per kg antara HET (Harga Eceran Tertinggi) dan harga gelap di pasar," ujarnya saat dihubungi, Kamis (5/5).
Per April 2022, kata Sahat, merujuk catatan Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) Kementerian Perindustrian, minyak goreng curah bersubsidi telah disalurkan hingga 211,3 ribu ton, 8,7% di atas target 194,2 ribu ton.
Mestinya kebutuhan masyarakat atas minyak goreng curah bersubsidi bisa terpenuhi dengan HET yang ditetapkan pemerintah. Namun di sejumlah wilayah harga komoditas itu masih lebih tinggi dari HET.
Sahat menilai, hal itu menunjukkan adanya pihak tak bertanggungjawab yang mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Kemungkinanya, kata dia, yakni minyak goreng curah dibeli oleh pengusaha re-packer dan dijadikan minyak goreng dalam kemasan dengan harga jual yang lebih tinggi.
"Kedua, kemungkinan migor curah yang berharga murah itu dibelokkan ke pemakaian di Industri lain," tuturnya.
Sahat menambahkan, kebijakan subsidi minyak goreng curah sejatinya telah melemahkan penjualan minyak goreng premium di pasar. Itu karena banyak yang beralih membeli minyak goreng curah bersubsidi meski sejatinya mampu untuk membeli minyak goreng premium.
Belum lagi pendistribusian minyak goreng curah tak bisa dikontrol dan diawasi oleh pengambil kebijakan. Padahal, Indonesia merupakan negara kepulauan dan membuat biaya distribusi berbeda-beda di tiap wilayahnya.
"Migor curah relatif sulit didistribusikan, tidak ekonomis, ribet, dan sudah seharunya Indonesia berpindah pola dari curah ke kemasan," kata Sahat. (OL-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved