KEBIJAKAN yang mengatur produk tembakau alternatif (PTA) atau rokok elektrik harus dibuat komperehensif berdasarkan pertimbangan faktor risiko sehingga terpisah dengan kebijakan rokok konvensional. Kebijakan tersebut selain mengatur standardisasi produk dan batasan umur minimum bagi konsumen juga harus menjamin akses terbuka bagi perokok dewasa sehingga nanti dapat lebih memotivasi produsen untuk semakin mengembangkan industri produk rokok elektrik di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Roy Lefrans dalam keterangan pers, Sabtu (26/3). "Sampai saat ini regulasi yang mengatur tentang produk tembakau alternatif di Indonesia baru ada dari segi cukai. Regulasi cukainya sudah membedakan antara cukai bagi rokok dan bagi produk tembakau alternatif," papar Roy.
Lebih lanjut Roy Lefrans menyampaikan, idealnya peraturan yang dikeluarkan pemerintah harus ada regulasi spesifik untuk mengatur PTA yang menjamin akses terbuka bagi perokok dewasa terhadap produk rokok elektrik sehingga nanti dapat lebih memotivasi produsen untuk semakin mengembangkan industri produk ini di Indonesia. Meski demikian, hal ini merupakan langkah awal yang tepat dari pemerintah menuju kebijakan yang sesuai dalam memisahkan produk yang berpotensi lebih rendah risiko ini. Pihaknya berharap kebijakan pemerintah ini tidak hanya berhenti di cukai tetapi juga berlanjut pada peraturan-peraturan lain.
Namun jika pemerintah ingin produksi PTA yang lebih rendah kadar nikotinnya maju di Indonesia, menurut Roy Lefrans, terdapat tiga hal yang harus dilakukan pemerintah, salah satunya merumuskan regulasi yang berbasis fakta, kajian maupun ilmu pengetahuan, serta profil risiko produk. Kedua, regulasi yang diharapkan dapat menjamin akses, memberikan informasi yang akurat, serta memberi kepastian dan perlindungan bagi perokok dewasa terhadap produk tembakau alternatif.
"Diharapkan, hal tersebut akan mendukung langkah perokok dewasa yang ingin beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko. Selain itu, profil risiko produk tembakau alternatif yang lebih rendah dibandingkan rokok dapat dijadikan dasar untuk merumuskan regulasi yang proporsional sesuai profil risiko produk tersebut," papar Roy Lefrans. Yang ketiga, ada regulasi spesifik tidak hanya dibutuhkan untuk mendukung perkembangan industri tetapi juga memastikan perlindungan konsumen melalui regulasi seperti pembatasan pengguna khusus bagi usia 18 tahun ke atas, serta peringatan kesehatan yang sesuai dengan profil risiko produk tersebut.
Dijelaskan Roy Lefran, rokok elektrik atau PTA merupakan produk inovasi dari rokok konvensional yang dipercayai memiliki potensi risiko yang jauh lebih rendah daripada produk rokok konvensional. Kajian-kajian ilmiah terkait dengan produk ini sudah sangat banyak dilakukan di luar negeri, sehingga tidak heran jika beberapa negara, seperti Inggris, telah menggunakan produk rokok elektrik ini sebagai upaya menurunkan prevalensi merokok konvensional.
Berdasarkan, laporan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) pada 2018, terdapat 30,4% perokok di Indonesia pernah mencoba berhenti merokok. Namun hanya 9,5% yang berhasil dan yang gagal mencapai 20,9%. Mereka yang ingin berhenti tetapi gagal inilah yang menjadi pangsa pasar rokok elektrik, karena mampu memberikan alternatif baru yang sebelumnya tidak ada untuk mengurangi hingga akhirnya berhenti lewat produk-produk rokok elektrik yang sudah lahir dengan teknologi terbaru yang membuatnya lebih cocok untuk perokok.
Baca juga: Kanada akan Genjot Ekspor Minyak Gantikan Pasokan Rusia
Produk rokok elektrik atau RE dan HPTL (hasil produk tembakau lain) merupakan inovasi dari produk tembakau dan memiliki berbagai jenis serta karakteristik yang berbeda-beda sehingga membutuhkan perhatian dan pengaturan yang spesifik. Bersamaan dengan keluarnya PMK 193/2021, yang memisahkan pengaturan cukai rokok dengan RE-HPTL, pihaknya juga mengapresiasi sistem cukai yang sebelumnya ad valorem diganti menjadi sistem spesifik sehingga ini menjadi hal yang positif baik bagi industri dalam hal pengenaan cukai bagi berbagai jenis produk yang beragam, juga untuk pemerintah dalam hal monitoring. "Alasan inilah yang menjadi dasar terbentuknya Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia atau yang kerap dikenal sebagai Appnindo," jelas Roy. (RO/OL-14)