Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ASOSIASI di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo) menolak wacana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan melabeli Berpotensi Mengandung BPA terhadap kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.
Asdamindo juga tidak diundang BPOM dalam pertemuan konsultasi publik terkait rencana pelabelan tersebut yang dilakukan secara tertutup di suatu hotel beberapa waktu lalu,
Padahal mereka termasuk pemangku kepentingan langsung yang akan terimbas kebijakan itu.
Ketua Asdamindo, Erik Garnadi, mengatakan galon guna ulang berbahan PC sudah digunakan sejak puluhan tahun dan belum ada laporan kasus kesehatan. BPOM juga sudah melakukan uji klinis terhadap galon itu dan dinyatakan lulus uji dan aman dikonsumsi baik bayi dan ibu hamil. "Namun kenapa sekarang tiba-tiba galon berbahan BPA dipermasalahkan dan malah ada wacana melabeli BPA Free? Ini seperti ada persaingan bisnis di dalamnya. Kalau dilihat dari kacamata saya," tukasnya.
Menurut Erik, wacana pelabelan Berpotensi Mengandung BPA terhadap kemasan galon guna ulang jelas sangat merugikan para pengusaha depot air minum isi ulang. Para pengusaha depot akan banyak yang tutup usaha. Pemerintah menggembor-gemborkan pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah pandemi covid-19 saat ini. "Jadi, saya berharap permasalahan ini segera diselesaikan secara tuntas. Yang jelas, Asdamindo sangat tidak setuju dengan aturan tersebut," ucapnya.
Kata Erik, seharusnya pemerintah tetap peduli terhadap para pengusaha kecil, termasuk pengusaha UMKM di depot air minum isi ulang. "Harapan saya, hentikan saja permasalahan-permasalahan itu. Malah lebih baik jika pemerintah fokus untuk membantu para usaha para pengushaa kecil. Dorong pelaku usaha, harapan saya seperti itu," tukasnya.
Dia menandaskan seharusnya yang lebih disoroti pemerintah yaitu soal kualitas air minum isi ulang di depot-depot yang tidak memiliki legalitas atau layak air minum. Soalnya, menurut dia, data dari Kemenkes menunjukkan baru 1,60% saja dari depot-depot air minum isi ulang yang ada di Indonesia yang memilik legalitas atau sertifikat higienis.
"Ini jauh lebih penting isunya ketimbang mempermasalahkan galon guna ulang yang sudah benar-benar ada uji klinisnya dari BPOM," tandasnya.
Penolakan wacana Berpotensi mengandung BPA pada AMDK juga disuarakan oleh pemilik depot air minum di Jakarta dan di Bali. Seorang pemilik depot air minum isi ulang di Tanah Lot, Bali, Ibu Made menyampaikan keluhannya terhadap wacana kebijakan pelabelan BPA oleh BPOM. "Menurut saya, BPOM seharusnya juga memperhatikan kami sebagai pengusaha UMKM di Bali. Apalagi kondisi ekonomi di daerah kami saat ini lagi terpuruk karena pandemi covid-19," ujarnya.
Kata Made, selama ini mereka juga tidak pernah mengganggu pemerintah dalam menjalankan usaha. "Yang ada, kita malah membantu masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah," ujarnya. Dia mengaku sudah empat tahun usaha depot air minum isi ulang yang wadahnya menggunakan galon guna ulang, belum pernah ada konsumen yang mengeluh sakit.
Di Jakarta, Faisal selaku pemilik depot air minum di Menteng Atas, Komaruddin di Bendungan Jago, kemayoran, dan Ali di Kemanggisan juga menyuarakan hal yang sama.
"Kita ketahui selama pandemi usaha kami sangat terpuruk dan sekarang baru mulai merangkak. Namun mendengar wacana tersebut tentu ini sangat memukul kami sebagai pelaku UMKM," ujarnya.
Ketua Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan bahwa suatu pelabelan, apalagi pelabelan senyawa kimia berbahaya dan ditempelkan di satu produk makanan minuman, itu sama saja bagaikan vonis mati bagi produk.
"Produk consumer goods seperti AMDK sangat rentan terhadap persepsi konsumen, persepsi masyarakat, itu letak bahayanya, Selain itu bisa juga memicu persaingan tidak sehat karena nanti akan ada produk lain yang mengklaim kami tidak mengandung zat berbahaya itu berarti kami lebih baik. Ini akan akan luar biasa memukul," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Edy Sutopo menjelaskan investasi dari sekitar 880 juta galon guna ulang yang beredar di pasaran saat ini diperkirakan sebesar Rp30,8 triliun. Dia menjelaskan, AMDK yang dikemas dalam galon guna ulang mendominasi profil industri minuman.
Menurutnya, secara pangsa pasar, 84% industri minuman dikuasai AMDK. Dari total pangsa pasar AMDK ini, 69% dikemas dalam galon guna ulang. "Saat ini pelaku usahanya ada 900 unit yang menyerap 40.000 tenaga kerja dan produksinya pada 2020 kurang lebih 29 miliar liter," ujarnya. (RO/OL-14)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved