Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjabarkan usulan skema perhitungan dasar atas penerapan pajak karbon atau carbon tax di sektor energi. Adanya kebijakan ini akan memengaruhi tambahan biaya dan harga bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon.
Usulan perhitungan pajak karbon tersebut adalah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau US$2 per ton, kemudian US$5 per ton (Rp75/kg CO2e), dan US$10 per ton (Rp150/kg CO2e).
Baca juga: ShopeePay Semangat UMKM di Yogyakarta Dukung Pemulihan Bisnis Lokal
"Ini akan menyebabkan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon," ujar Arifin dalam keterangan resmi, Rabu (17/11).
Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30 per kg CO2e ini akan berlaku pada 1 April 2022 di subsektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan skema pajak karbon atau cap & tax.
Secara rinci, terdapat tambahan biaya dari sisi produksi maupun tambahan harga dari sisi konsumen oleh produsen yang menghasilkan emisi seperti batubara, minyak, dan gas bumi seiring diberlakukannya pengenaan pajak karbon.
Sebagai contoh, lanjut Menteri ESDM, jika pajak karbon ditetapkan sebesar US$2per ton atau Rp30 per kg CO2e, maka terdapat tambahan biaya US$0,1 per ton dari sisi produksi batu bara dengan intensitas emisi 38,3 Kg CO2/ton dan produksi minyak dengan intensitas emisi 46 kg Co2/barel.
Selanjutnya dari sisi produksi gas bumi yang memiliki intensitas emisi sebesar 6.984 kg CO2 juta standar kaki kubik dalam sehari (gas) atau MMSCF akan dibebankan tambahan biaya US$0,01/MSCF.
Sementara dari sisi konsumen akan ada potensi peningkatan biaya tambahan harga sebesar Rp64 per liter dari BBM yang memiliki intensitas 2,13 kg CO2/liter.
Kementerian ESDM juga menjelaskan, untuk konsumen gas atau LPG terdapat tambahan harga sebesar Rp1.638/MSCF untuk gas dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF dan Rp38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg.
Pengenaan pajak karbon juga berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batu bara. Terdapat tambahan biaya pembangkit sebesar Rp29/kWh(kilo Watt hour) dan tambahan di industri sebesar USD5 per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh.
Sementara, di sektor ketenagalistrikan, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh (Terra Watt hour), dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai US$1 per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp76,49 miliar, data perhitungan ESDM.
Hal ini seiring juga dengan penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp20,46 miliar serta kompensasi senilai Rp61,38 miliar.
Sesuai dengan Undang-Undangan No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peta jalan pasar karbon.
Adapun, subjek pajak karbon sendiri merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan karbon. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved