Literasi Asuransi di Indonesia Dinilai masih Rendah

Mediaindonesia.com
13/4/2021 10:55
Literasi Asuransi di Indonesia Dinilai masih Rendah
Sejumlah peserta dalam acara journalist workshop.(Dok.Prudential)

INDONESIA dikenal sebagai negara dengan populasi penduduk dengan beragam Muslim terbesar di dunia. Sayangnya, berbagai produk yang berbasis syariah masih minim literasinya atau pemanfaatnya di negara ini, mulai dari bank sampai asuransi.

Hal itu menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar literasi asuransi syariah meningkat.  Itu sebabnya  PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia Syariah terus bersiap melakukan aksi korporasi spin off atau melepaskan diri dari perusahaan induk. Tujuannya agar mereka bisa penetrasi asuransi syariah di Indonesia.

Baca juga: Menkeu: Ekonomi dan Keuangan Syariah Tidak Bersifat Eksklusif

“Kita sudah melakukan persiapan (untuk IPO). Sudah lama, sudah dua tahun yang lalu. Mudah-mudahan Prudential Indonesia bisa melakukan spin off lebih cepat dari yang sudah diberikan oleh pemerintah,” kata Sharia Government Relations, and Community Investment Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo.

Senada, Head of Sharia Strategic Development Prudential Indonesia, Bondan Margono menuturkan terkait perbedaan asuransi syariah dan konvensional. Di antaranya, prinsip dasar, perjanjian, peran perusahaan, pengawasan, hingga jenis investasi. Menurutnya, jika di asuransi syariah, prinsip dasarnya adalah risk sharing maka di asuransi konvensional adalah risk transfer.

“Jenis investasi syariah, instrumen investasi wajib yang berbasis syariah, dan konvensional instrumen investasi tidak wajib berbasis syariah,” kata Bondan.

Bondan juga menjelaskan jika asuransi syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi.  Investasinya dalam bentuk aset dan atau tabarru’ (saling membantu) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

“Asuransi syariah harus sesuai syariah, yaitu gharar diperbolehkan di tabarru’, tidak ada riba, serta tidak ada masyir atau tak ada pihak menang dan kalah dalam asuransi syariah,” kata Bondan.

Di sisi lain, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat mengatakan, tugas KNEKS adalah mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Tujuannya untuk memperkuat ekonomi nasional.

Sutan mengatakan, ruang lingkup ekonomi dan keuangan syariah, terdiri empat macam. Di antaranya, pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan sosial syariah, serta pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah.

“Diperlukan integrasi setiap elemen pendukung ekonomi syariah yang tercermin dalam ekosistem ekonomi syariah yang kuat,” kata Sutan.

Terkait asuransi syariah, menurut Sutan, asuransi berdasarkan prinsip syariah dengan usaha tolong-menolong dan saling melindungi di antara peserta. Caranya melalui pembentukan kumpulan dana yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.

“Prinsip asuransi syariah, transparan dan tak mengandung maisir, gharar, dan riba. Klaim dicarikan dari tabungan bersama dan diinvestasikan ke lembaga keuangan berbasis syariah,” ujar Sutan. (RO/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya