Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aeroasia berpeluang mendapat kucuran investasi dari pemerintah Swiss untuk pengembangan fasilitas perawatan pesawat. Hal itu merupakan bagian dari kerja sama bilateral air service agreement (ASA) yang telah ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dengan Wakil Presiden Swiss Doris Leuthard.
”Swiss akan membantu penyediaan peralatan, suku cadang, dan teknologi pemeliharaan pesawat,” kata Direktur Teknik dan Teknologi Informasi PT Garuda Indonesia (persero) Tbk Iwan Joeniarto di sela kunjungan Wakil Presiden Swiss Doris Leuthard, di Kantor GMF, Banten, Jumat (1/4).
Swiss juga akan membantu transfer pengetahuan dan peningkatan kemampuan teknis perawatan pesawat. “Ini semua masih penjajakan. Mereka melihat fasilitas yang dimiliki GMF. Secara bertahap akan investasi,” ujar Iwan.
Bila kerja sama itu terjalin, lanjutnya, hal itu akan meningkatkan keuntungan bagi kedua pihak, mulai biaya hingga keamanan penerbangan.
Senada, Direktur Utama GMF Aeroasia Juliandra Nurtjahjo menambahkan kunjungan Leuthard ke fasilitas GMF membuka peluang kerja sama yang lebih luas untuk menangkap potensi pasar perawatan pesawat di level regional dan global.
Peningkatan kapasitas
Menggeliatnya pasar penerbangan nasional seiring dengan semakin memasyarakatnya moda transportasi udara belum diimbangi dengan kapasitas industri perawatan dan perbaikan pesawat (maintenance repair and overhaul/MRO) yang mencukupi.
“Karena itu, kami mendorong industri maintenance meningkatkan kapasitas bengkel pesawat,” tutur Ketua Umum Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia atau Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA) Richard Budihardianto seusai bertemu Menteri Perindustrian Saleh Husin, di Jakarta, Jumat (1/4).
Padahal, potensi biaya perawatan dari maskapai baik penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal nasional bisa mencapai US$1 miliar (Rp13,5 triliun) per tahun. Sayangnya, industri MRO lokal hanya mampu menyerap 30% dari potensi pasar tersebut.
“Maka dari itu, 30 perusahaan anggota IAMSA menargetkan dalam lima tahun kapasitas industri MRO nasional bisa meningkat hingga 40%-50%. Tantangan terbesar ialah menyiapkan tenaga ahli yang harus dididik sekitar lima tahun untuk menjadi teknisi pesawat,” imbuhnya.
Pihaknya juga membutuhkan kerja sama antara pebisnis di sektor pemeliharaan dan perbaikan pesawat atau MRO lokal dan asing.
“Untuk mempertemukan MRO lokal dan MRO asing, kami akan menggelar Aviation MRO Indonesia (AMROI) 2016. Di konferensi itu kami harap para pelaku saling mengisi dan bermitra,” tutur Richard.
Perhelatan AMROI yang memasuki tahun keempat akan diselenggarakan pada 21-22 April 2016. Konferensi tingkat internasional itu akan diikuti 150 perusahaan MRO dari 17 negara.(Tes/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved