Pengusaha Keluhkan Masih Tingginya Bunga Kredit

Fetry Wuryasti
25/11/2020 17:55
Pengusaha Keluhkan Masih Tingginya Bunga Kredit
KREDIT PRODUKTIF UMKM: Pengunjung melihat hasil UKM penerima kredit produktif program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Bogor, Jawa Barat.(MI/RAMDANI)

KETUA Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Pasar Modal Gunawan Tjokro menyebut tingkat bunga kredit bank masih terlalu tinggi bagi dunia usaha jika dibandingkan dengan negara lain.

"Bunga kredit bank di Indonesia, yang di bank besar di kisaran 8% dan bank yang agak sedikit kecil masih pada level 10-11%. Saya boleh katakan rasio antara bunga deposito dan pinjaman hampir sekitar tiga kali," kata Gunawan dalam webinar Economic Outlook 2021 tentang Geliat Industri Perbankan 2021, Rabu (25/11).

Di BRI, per 30 September 2020, suku bunga dasar kredit korporasi tercatat sebesar 9,95%, ritel 9,8%, mikro 16,75%, KPR 9,9%, dan non-KPR 12%. Sedangkan suku bunga deposito BRI pada kisaran 4,75%-5,5%.

Di BNI, suku bunga dasar kredit korporasi 9,8%, ritel 9,8%, KPR 10,15%, non-KPR 11,95%. Sedangkan suku bunga deposito pada 3,5%.

Begitu pula Bank Mandiri, suku bunga dasar kredit korporasi 9,85%, ritel 9,8%, mikro 11,5%, KPR 10%, non-KPR 11,6%. Suku bunga deposito pada kisaran 3,26%-3,48%.

Gunawan membandingkan dengan Thailand, Malaysia, dan Tiongkok yang rasionya hanya hampir dua kali lipat. Dia mencontohkan pihaknya baru menutup pinjaman fixed lima tahun di Thailand hanya dengan bunga 3,5%.

Dia mendapat jawaban dari bank bersangkutan bahwa ada peraturan dari Bank Indonesia yang mewajibkan bank untuk mengurangi risiko.

"Ada tambahan-tambahan beban yang akhirnya menjadi biaya. Dengan demikian, nasabah-nasabah yang dengan kredit skor baik secara tidak langsung terbebani atau menyubsidi potensi kerugian yang disebabkan oleh nasabah yang 'kurang baik'. Artinya risiko-risiko itu belum tentu terjadi tetapi sudah menjadi beban bagi kami pengusaha," kata Gunawan.

Ia menyarankan, bunga kredit bank segera diturunkan agar dunia usaha nasional bisa segera masuk rantai pasok global. Terlebih di situasi saat ini, saat dunia usaha masih banyak yang memakai bahan baku impor, ditambah lagi produktivitas yang masih bermasalah karena pandemi covid-19. (E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya