Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
PEMERINTAH menyoroti masih minimnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan insentif berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh). Dari total 2,3 juta wajib pajak UMKM, baru 201.880 alias 10% pelaku UMKM yang memanfaatkan insentif itu.
Dalam diskusi virtual bertema UMKM bangkit bersama pajak, kemarin, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyampaikan rencana pihaknya untuk memperpanjang masa pembebasan PPh itu, dari semula sampai September menjadi Desember 2020.
“Data per 10 Juli 2020, baru sekitar 200 ribuan wajib pajak UMKM yang memanfaatkan insentif. Kalau tahun lalu, yang membayar ada 2,3 juta wajib pajak, 200 ribuan ini masih kurang dari setengahnya,”
ujar Suryo.
Untuk menghadapi tekanan ekonomi akibat pandemi covid-19, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Pandemi Coronavirus Disease 2019. Dalam peraturan tersebut, pemerintah akan menanggung PPh fi nal PP 23 UMKM hingga September 2020.
Suryo menuturkan, pihaknya akan mencari penyebab sedikitnya pelaku UMKM yang mengajukan pemanfaatan insentif PPh itu. Apalagi, tata cara dan prosedurnya sudah dipermudah karena dilakukan
secara daring (online), mulai pendaftaran hingga pemberitahuan keputusan pemanfaatan insentif tersebut.
“Apakah ini sulit untuk melakukan pendaftaran atau ada masalah lain yang membuat wajib pajak UMKM tidak memanfaatkan? Sosialisasi barangkali juga belum sampai ke mereka,” katanya.
Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM pada PDB nasional mencapai 61,7%, atau sekitar Rp8.952 triliun dari total sebesar Rp14.837 triliun pada 2018. Belum lagi UMKM dapat menyerap tenaga kerja hingga 97% dari total tenaga kerja yang ada.
Karena itu, imbuh Suryo, penyelamatan UMKM dari ancaman pandemi covid-19 menjadi hal yang penting. “Insentif PPh ini merupakan salah satu cara yang diberikan pemerintah kepada
UMKM yang pendapatannya tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun. Kalau lebih dari itu, pemerintah memandang mereka tidak bisa memanfaatkan insentif tersebut,” terang Suryo.
Keliru pemahaman
Di diskusi yang sama, Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit menyampaikan pihaknya acap kali menemukan pelaku UMKM yang tidak memahami
prosedur dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut. Parahnya, di beberapa daerah justru pendamping UMKM juga tidak mengerti maksud pemberian insentif PPh fi nal itu.
“Itu mengapa UMKM tidak memanfaatkan insentif. Ada yang berpandangan insentif pajak itu berlaku otomatis. Padahal, yang bersangkutan harus aktif meminta. Kekeliruan ini perlu diperbaiki supaya mereka bisa memanfaatkan fasilitas yang diberikan. Pendamping kami itu sebagian besar adalah mereka yang belum paham pajak,” tutur Victoria.
Sosialisasi yang masif dan mudah dipahami, kata dia, menjadi kunci agar pelaku UMKM mau memanfaatkan relaksasi yang diberikan pemerintah. Untuk itu, ia meminta sebuah kolaborasi antara Ditjen
Pajak dan Kementerian KUKM, serta beberapa platform digital yang menampung usaha UMKM, untuk menggalakkan informasi kebijakan insentif tersebut.
“Mungkin ini masukan kepada Pak Dirjen Pajak agar bahasabahasa atau kemasan sosialisasi itu dibuat lebih ramah kepada UMKM. Seperti kata insentif yang lebih baik menggunakan diskon
pajak, obral, dan sebagainya,” katanya. (E-2)
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan tidak ada rencana dari pemerintah untuk mengutip pajak dari amplop nikah.
Di tengah arus regulasi perpajakan yang semakin dinamis, perusahaan besar kini berada dalam tekanan yang jauh lebih sistemik.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemungutan pajak oleh marketplace tidak akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen.
Indef menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tidak akan menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen di marketplace.
Pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satunya membidik pengenaan pajak berbasis media sosial dan data digital di tahun depan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rata-rata penerimaan pajak mengalami kenaikan menjadi Rp181,3 triliun per bulan di sepanjang semester I 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved