Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

BPS: Angka Kemiskinan Indonesia Turun Jadi 9,22 Persen

M Ilham Ramadhan Avisena
15/1/2020 16:00
BPS: Angka Kemiskinan Indonesia Turun Jadi 9,22 Persen
Ilustrasi: Warga beraktivitas kawasan padat penduduk di Petamburan, Jakarta, Selasa (2/7/2019).(MI/Pius Erlangga)

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia pada September 2019. Dari hasil surveinya, angka kemiskinan tercatat 9,22% atau setara dengan 24,79 juta orang.

Penurunan dapat dilihat dari angka kemiskinan yang tercatat di Maret 2019 sebanyak 25,14 juta orang atau setara 0,19%.

"Jumlah penduduk miskin dari Maret ke September itu turun sebesar 360 ribu orang," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (15/1).

Meski turun, Suhariyanto menyebut Indonesia masih dihadapkan oleh banyak persoalan terkait tingkat kemiskinan di dalam negeri. Di antaranya perbedaan tingkat kemiskinan di pedesaan dan perkotaan yang masih tampak jelas.

"Pada September 2019 daerah kota persentase kemiskinannya 6,56% di desa hampir dua kali lipatnya yakni 12,60%. Jadi kita masih perlu berupaya lebih keras lagi untuk menurunkan kemiskinan di desa yang mayoritas bekerja di sektor pertanian," urainya.

Baca juga:  Angka Kemiskinan Kota Sawahlunto Terendah di Sumbar

Suhariyanto mengungkapkan, metode survei yang dipakaiBPS untuk melihat tingkat kemiskinan tidak pernah berubah sejak 1998. Hal itu dilakukan demi menjaga konsistensi data dari waktu ke waktu.

Metode yang digunakan imenggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Penghitungannya dilakukan dengan cara melihat pengeluaran per kapita per rumah tangga untuk kebutuhan dasar makanan dan bukan dasar makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.

Lebih rinci, Suhariyanto mengatakan penurunan angka kemiskinan disebabkan lantaran kelompok desil 1 yang berpenghasilan rendah memiliki tingkat pengeluaran sebesar 4,01% atau lebih tinggi dari garis kemiskinan yang sebesar 3%.

"Kalau pengeluaran lebih tinggi berarti ia di atas garis kemiskinan," terangnya.

Penurunan juga didorong dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang gencar dilakukan pemerintah. Pada September 2019, jumlah Kabupaten/Kota penerima BPNT mencapai 509 Kabupaten/Kota atau meningkat 289 Kabupaten/Kota dari Maret 2019.

Namun, komposisi garis kemiskinan tidak berubah, sebesar 73,75% masih berasal dari makanan. Oleh karenanya, berdasarkan data itu pemerintah harus mampu menjaga kestabilan harga makanan bila ingin menekan angka kemiskinan.

"Harus ekstra hati-hati supaya komoditas yang banyak dikonsumsi penduduk miskin harganya stabil, tidak terfluktuasi. Ini kunci pentingnya. Karena sekali ada gejolak harga seperti beras atau barang yang biasa dikonsumsi itu akan menggerakkan garis kemiskinan," jelas Suhariyanto.

Selain tingkat kemiskinan, lanjutnya, kedalaman dan keparahan kemiskinan juga dapat dilihat melalu survei yang dilakukan. Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Sementara indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

"Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,55 pada Maret 2019 menjadi 1,50 pada September 2019. Indeks keparahan pun juga turun dari 0,37 menjadi 0,36 di periode yang sama," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya