Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SISTEM logistik ikan di Tanah Air dinilai belum berjalan dengan baik dan belum mampu menjaga ketersediaan stok serta stabilisasi harga yang bermuara pada tingkat kesejahteraan nelayan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terjadi penurunan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 0,53% dari 114,28 pada Oktober 2019 menjadi 113,67% pada November 2019.
Penurunan tersebut dipicu masuknya musim ikan cakalang dan lemuru sehingga hasil tangkapan dan produksi nelayan meningkat. Sebagaimana hukum ekonomi berlaku, ketika stok meningkat, sementara permintaan tetap, harga akan merosot.
Namun, selain karena faktor eksternal tersebut, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Abdi Suhufan melihat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak memiliki mitigasi yang cukup untuk menjaga stabilitas harga.
"Ada rantai yang putus dari sistem tata niaga ikan. Itu membuat harga jatuh pada musim ikan banyak dan harga tinggi pada musim paceklik," ujar Abdi melalui keterangan resmi, Senin (9/12).
Kondisi seperti itu, lanjut dia, terjadi karena sistem logistik dan perdagangan ikan masih berjalan secara konvensional.
"Harusnya ada pelaksanaan sistem resi gudang untuk komoditas ikan. KKP bisa memberi penugasan kepada Perum Perindo dan Perinus untuk melaksanakan hal itu," terang Abdi.
Selama ini, untuk sektor kelautan, sistem resi gudang baru berjalan pada komoditas rumput laut dan garam.
Di samping itu, KKP juga perlu mengoptimalkan pemanfataan Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan dukungan sarana sistem cold storage yang sudah tersedia di lokasi-lokasi strategis.
"Kami melihat keberadaan sistem yang sudah terbangun selama ini belum termanfaatkan secara optimal," sambung Abdi.
Peningkatan produksi ikan pada musim tertentu merupakan sebuah siklus yang berulang setiap tahun.
Oleh karena itu, sambung Adi, semestinya ada solusi konkret dari pemerinrah untuk menfantisipasi persoalan tersebut tanpa menunggu harga jatuh dan merugikan nelayan.
"Tidak ada mitigasi, pembacaan yang baik dari pemerintah atas fenomena anjloknya harga ikan ini sehingga terjadi secara berulang setiap tahun," tandasnya.
Selain faktor domestik, penurunan harga cakalang juga terjadi di pasar internasional. Dalam dua bulan terakhir, harga cakalang dunia turun sampai 40,98% yakni menyentuh US$900 per ton. Angka itu merupakan yang terendah dalam sembilan tahun terakhir.
Harga cakalang di pasar pernah mencapai US$2.300 per ton pada Oktober 2017. (OL-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved