Pertamina Dorong Energi Terbarukan

Hilda Julaika
27/11/2019 09:10

ADA sejumlah inisiatif yang sudah dilakukan PT Pertamina (persero) untuk menurunkan impor bahan bakar minyak (BBM) dan gas, yaitu pengembangan megaproyek empat kilang minyak (refinery development master plan/RDMP), pembangunan dua proyek kilang baru (grass root refinery/GRR), proyek gasifikasi batu bara dengan PT Bukit Asam, dan kilang untuk memproduksi biodiesel. Hal itu dikemukakan Dirut Pertamina Nicke Widyawati dalam acara Pertamina Energy Forum di Hotel Raffles, Jakarta, kemarin.

"Berangkat dari keadaan ini, Pertamina menyelenggarakan Pertamina Energy Forum 2019 dengan mengundang negara sahabat untuk sharing ilmu dalam menetapkan kebijakan tepat dalam mengembangkan energi," kata Nicke dalam acara yang juga dihadiri oleh Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama.

Revolusi di sektor energi, lanjut Nicke, ditandai pergeseran kekuatan ekonomi dunia, urbanisasi, pertumbuhan kelas menengah, perubahan iklim, dan kemajuan teknologi.

"Tentu kita harus beralih menuju sumber energi terbarukan. Kita mencari sumber energi baru. Kita melihat banyak batu bara di Sumatra Selatan, kita bangun gasifikasi batu bara di sana. Kita lihat banyak gandum di Indonesia Timur, kita bangun (pabrik) metanol," ujar Nicke.

Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM, Haryanto, mengapresiasi langkah Pertamina untuk memperkuat neraca perdagangan dengan mengembangkan biofuel.

"Selain menerapkan mandatori biodiesel 30% atau B30 pada Januari 2020, Pertamina juga mengembangkan penggunaan green diesel. Kita jalankan B20 dan B30. Sebanyak 30% BBM disubstitusi biodiesel dengan bahan baku CPO. Bahan bakar fosil bisa kita ganti dengan biodiesel. Konsumsi BBM terbesar di transportasi, yaitu premium dan solar. Pemerintah mendorong biodiesel untuk menyubstitusi solar dan untuk premium dikembangkan bioetanol," ungkap Haryanto.

Sekjen Kementerian ESDM, Ego Syahrial, menambahkan substitusi minyak dengan bahan bakar berbasis CPO merupakan program untuk mengurangi impor BBM. "Sejumlah kota menjadi pilot project penggunaan bahan bakar CPO."

Managing Director Axens Regional Operation Center, Mai Phuang Do, menyatakan keberhasilan pengembangan energi baru terbarukan membutuhkan peran serta semua pihak. "Penerapan green energy sangat bergantung pada kemauan pemerintah dan masyarakat." (lihat grafik)

Sumber: KementeriaN ESDM

 

 

Kendaraan listrik

Dalam penilaian pengamat energi, Fabby Tumiwa, Pertamina sudah sepatutnya memikirkan bisnis energi baru terbarukan sejak dini. Tren 5-10 tahun ke depan, kebutuhan BBM meningkat sehingga harus dipenuhi dari sumber dan pasokan yang cukup.

"Kita tidak tahu seberapa cepat disrupsi teknologi mengganggu bisnis Pertamina. Kini, Pertamina mengalami transisi bisnis termasuk climate change karena penggunaan bahan bakar berbahan fosil. Keputusan membangun kilang, infrastruktur, akuisisi ladang, dan investasi harus berorientasi jangka panjang," kata Fabby.

Fabby memprediksi kebutuhan migas mencapai 2 juta barel per hari, sementara produksi migas tidak mencapai itu. Indonesia dipastikan masih mengimpor minyak mentah dan BBM hingga 60% dari total kebutuhan. "Kebutuhan BBM kita 1,4 juta barel per hari, sedangkan pasokan minyak hanya 700 barel. Jadi, impor itu keniscayaan."

Oleh karena itu, menjadi penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kendaraan listrik untuk menahan laju permintaan BBM.

"Yang harus diganti itu 15 juta mobil dan 140 juta motor. Semua itu harus dilistrikin. Kalau kita bisa mengadakan 20 juta motor listrik dan 2 juta mobil listrik, akan terasa dampaknya pada penurunan penggunaan maupun impor BBM," tandas Fabby. (X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya