Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Milenial Tertarik Konsep Hunian Co-living

(Dro/S-5)
26/11/2019 08:30
Milenial Tertarik Konsep Hunian Co-living
Ilustrasi ruang tamu komunitas Quarters Co-Living di Lower East Side pada 24 Juli 2019 di New York City.((Photo by Johannes EISELE / AFP))

DIGITALISASI dan modernisasi mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dalam hal properti. Jika sebelumnya konsep yang berkembang merupakan kepemilikan dan lokasi permanen, kini demand yang muncul lebih pada co-work place dan co-living.

"Konsep co-living atau berbagi ruang hidup semakin populer di kalangan milenial. Faktor keterjangkauan dan komunitas menjadi dua faktor yang menjadikan konsep ini populer di kalangan anak muda," kata Analis MNC Sekuritas Edwin Sebayang pada sebuah diskusi di Jakarta, pekan lalu.

Ia menjelaskan, milenial dengan dana yang terbatas dan ingin menabung akan sangat tertolong dengan konsep co-living. Konsep ini menawarkan solusi yang murah dan lebih terjangkau bagi milenial yang memiliki hunian sendiri.

Terlebih, hunian co-living juga menjadi bentuk hunian modern lantaran setiap penghuni diminta untuk berbagi ruang dan fasilitas, serta juga berbagi minat, keterampilan, sumber daya, nilai, dan hal lainnya.

Berdasarkan hasil riset Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia, CoHive mendominasi pasar industri penyewaan perkantoran atau co-working pada 2019 dengan market share sebanyak 26%.

Hal tersebut yang menjadikan tren industri co-living memiliki prospek bisnis cukup menjanjikan, khususnya residensial dengan harga di bawah Rp800 juta dan memiliki pendapatan berulang atau tetap, seperti passive income setiap bulannya.

"Tren itu bagus karena backlog atau defisit ketersediaan akan tempat tinggal atau rumah mencapai 300-400 ribu unit setiap tahun. Sehingga, kebutuhan masyarakat atas hunian seperti hotel dan properti berkonsep co-living masih sangat besar," ujar dia.

Ia berpendapat, bagi milenial yang ingin berinvestasi untuk hunian co-living, hendaknya mencari daerah industri, wilayah perdagangan, dan dekat sekolah atau universitas.

"Apalagi kalau itu juga dekat dengan sarana transportasi kereta api atau transit oriented development (TOD) karena itu strategis untuk mobilitas," katanya.

CEO Kamar Keluarga Charles Kwok membenarkan bahwa potensi industri co-living ini sangat besar. "Terlebih, ada manfaat dari passive income yang ada," tutup Charles. (Dro/S-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya