Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Kadin: Produktivitas Pangan harus Digenjot

Hilda Julaika
05/11/2019 19:59
Kadin: Produktivitas Pangan harus Digenjot
Franky O. Widjaja (kanan)(Antara)

INDONESIA dinilai masih terjebak dalam situasi produktivitas pangan yang rendah.  

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky O. Widjaja mengatakan Indonesia perlu meningkatkan produksi pangan secara signifikan untuk mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional.

“Artinya kita harus meningkatkan produksi pangan secara signifikan untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kadin di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, (5/11).

 

Baca juga: Sambut Rencana KUKM, Bukalapak Siap Salurkan KUR Ke UKM

 

Menurutnya, dibutuhkan komitmen dari para pelaku usaha dalam menjunjung ketahanan pangan nasional. Indonesia bisa berdikari dalam hal pangan hanya akan terwujud bila produktivitas petani ditingkatkan.

Franky menjelaskan lebih lanjut, untuk meningkatkan produksi dari sektor pertanian dibutuhkan bibit tanaman pangan yang unggul atau berproduksi tinggi. Bibit tanaman pun harus ditopang dengan ketersediaan serta penggunaan pupuk yang berimbang, melibatkan sumber daya manusia yang terlatih dan berkualitas, pemanfaatn teknologi tepat guna, kehadiran lembaga yang menjamin penyerapan atau pembelian hasil panen (off taker). Serta didukung dengan sistem pendanaan yang terbuka dan inklusif berbasis teknologi dan informasi.

Namun, hingga sejauh ini, sistem perbibitan dan perbenihan komoditas pangan di Indonesia belum terkoordinasi dengan baik. Bibit dan benih yang tersebar belum terstandardisasi dengan baik dan sertifikasi masih terbatas. Implikasinya harga bibit terhitung cukup mahal dan Indonesia masih melakukan impor bibit untuk memenuhi pasokan.

“Maka Kadin mengajukan agar pemerintah mengeluarkan payung kebijakan yang mengatur perbibitan dan perbenihan komoditas pangan secara nasional agar dapat terkoordinasi mulai dari pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, hingga cara menanamnya,” jelasnya.

Ketua Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih pun ikut menyampaikan bahwa Pemerintah Joko Widodo sebetulnya sudah memiliki visi kedaulatan pangan dan reforma agraria. Ia pun memaparkan sudah ada UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan dan UU No. 19 tahun 2012 mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani.

“Pemerintah Jokowi sudah memiliki visi kedaulatan pangan dan reforma agrarian. Jadi tinggal laksanakan saja secara konsisten oleh para menteri dan kepala daerah,” jelasnya saat dihubungi terpisah oleh Media Indonesia.

Ketersediaan bibit unggul bersertifikat persebarannya akan meliputi seluruh sentra pertanian dan perkebunan di Indonesia. Dampaknya akan menghasilkan harga bibit unggul yang terjangkau. Efek berlanjut yang akan dirasakan adalah adanya peningkatan produksi pangan secara signifikan dan berkelanjutan di industri pertanian.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan Juan Permata Adoe mengingatkan sektor peternakan dan perunggasan yang juga perlu ditingkatkan. Di dalam pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini, tingkat konsumsi daging di Indonesia masih terhitung rendah hanya sebesar 2,6 Kg per kapita per tahun. Ketimpangan konsumsi ini pun terjadi antara di kota dan di desa. Hal ini disebabkan belum berkembangnya industri hilir sapi sehinggga menimbulkan ketidakefisienan di dalam penggunaan produk sapi di dalam pengembangannya.

“Tingginya konsumsi di Pulau Jawa dibandingkan pulau lainnya membuat tidak hanya industri sapi terpusat di Pulau Jawa. Namun juga industri pengolahannya semua terpusat di Pulau Jawa. Dilihat dari pelaku agribisnis, peternak rakyat merupakan yang paling tinggi sebesar 4 juta peternak. Namun, mereka tidak menerima nilai tambah yang tinggi karena jumlah kepemilikan sapi yang hanya 1-5 ekor,” paparnya kepada audiens.

Melihat kondisi ini Juan berharap dilakukannya pengembangan peta jalan industri pengunggasan yang saat ini boleh dikatakan semakin berubah. Menurutnya, industri pengunggasan harus memiliki daya saing dan mendorong perubahan pada perusahaan perunggasan. Maka perlu adanya terobosan melalui teknologi industri 4.0 pada kebijakan dan implementasi industri. Sehingga diharapkan akan timbul perubahan pada perilaku pasar dan perilaku konsumen.

“Model bisnis yang akan kami jalankan dan sudah dimulai adalah menggunakan teknologi di dalam pengembangan industri. Hal ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih berdaya saing, efisiensi, hingga terjadi shifting dan transformasi di industri ini. Serta mampu memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” harapnya. (OL-8)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya