Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Bank Indonesia dan BPS Susun PDB Syariah  

M. Ilham Ramadhan Avisena 
05/8/2019 02:20
Bank Indonesia dan BPS Susun PDB Syariah  
industri ekonomi kratif Indonesia tumbuh secara pisitif hingga mampu menyumbang terhadap Produk Domestik Bruto(MI/Akhmad Safuan)

Bank Indonesia (BI) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) tengah menyu­sun suatu instrumen untuk menentukan pendapatan domestik bruto (PDB) syariah. PDB syariah itu dapat dijadikan tolok ukur untuk menghitung besaran nilai ekonomi yang dihasilkan dari perekonomian berbasis syariah secara nasional.

“Keberadaan PDB syariah bisa menjadi tolok ukur keberhasilan program-program pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Selama ini sulit mengevaluasi efektivitas program untuk mendorong sektor syariah tanpa tolak ukur yang jelas,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, di Palembang, Jumat, (3/8).

PDB syariah, lanjut Dody, tidak hanya semata-mata memisahkan sektor haram dan halal. 

“Kalau kita mau gampang sekarang, ya sudah kita bagi saja. Yang haram tidak dihitung dalam PDB syariah, misalnya minuman keras. Namun, penghitungannya kan tidak seperti itu. Makanya saat ini masih disusun oleh BI dan BPS. Jadi belum tahu kapan,” ujarnya.

Dia menjelaskan semua sektor pelaku ekonomi syariah yang memberikan nilai tambah pada perekonomian itulah yang menjadi PDB syariah.

Penyusunan PDB syariah itu berkaitan pula dengan upaya BI membumikan perekonomian syariah di Indonesia. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar.

Dody menambahkan saat ini pemerintah sudah memperkenalkan PDB untuk pariwisata yaitu besaran sumbangan pariwisata terhadap pertumbuhan, sedangkan di bidang syariah, yang sudah terukur ialah investasi melalui pasar modal syariah. “Yang baru bisa kita jawab ialah pasar modal syariah karena ada indeksnya saham-saham syariah,” kata Dody.

Perlu kesepakatan
Pun demikian disampaikan Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DEKS BI), Dadang Muljawan. Menurut Dadang, PDB syariah sama halnya dengan pengukuran pada sektor perekonomian lain. Kendati demikian, untuk mengukur PDB syariah, perlu ada kesepakatan dari semua pihak terkait sektor-sektor yang nantinya masuk perhitungan dan  yang tidak.

“Kalau kita tidak bisa mengu­kur, yang terjadi kita tidak bisa mengevaluasi policy kita efektif atau tidak,” terang Dadang.

“Saat ini sedang dilakukan suatu metode untuk melihat potensi dari ekonomi halal itu sebesar apa. Laporan dari Islamic global economic finance itu amat disayangkan. Kita masuk 10 besar, tapi 10 besar sebagai konsumen,” sambung dia.

Dadang menambahkan, tantangan yang sedang dihadapi terkait dengan PDB syariah ialah soal perumusan definisi. Perumusan definisi itu perlu kesamaan dengan lembaga lain atau dengan kata lain diperlukan kesamaan protokol penghitungan agar sepakat. 

“Karena faktor yang harus dihitung dalam perhitungan PDB itu ada ribuan. Kalau itu sudah ada, itu akan dilakukan dengan komputer,” tandasnya.

Selain itu, kata Dadang, untuk penghitungan PDB syariah ini BI juga akan menggandeng Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

Sebagai bentuk dukungan untuk menyosialisasikan ekonomi dan keuangan syariah BI menggelar Festival Ekonomi Syariah (FESyar) di Palembang, Sumatra Selatan pada 2-4 Agustus 2019. Hajat serupa juga akan digelar di kawasan timur Indonesia, yakni di Kalimantan dan Surabaya.

Puncak dari gelaran FESyar itu ialah Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) yang akan diselenggarakan di Jakarta November mendatang. (Mir/E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya