Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
PEMERINTAH ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Salah satu senjata utamanya, yaitu pelabuhan. Ini ditangkap PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang mengelola seluruh pelabuhan.
Untuk mencapai kelas dunia, badan usaha milik negara tersebut memadukan pelabuhan dengan teknologi digital. Menurut Vice President Public Relation Pelindo I, Fiona Sari Utami, semua cabang pelabuhan di Pelindo I sudah menerapkan digitalisasi.
“Kami menggunakan Indonesia gateway master terminal dan container terminal operating system (TOS) untuk aplikasi yang melayani operasional pelabuhan. Ada pula aplikasi ERP-SAP untuk administrasi dan keuangan,” ujar Fiona saat dihubungi, kemarin.
Begitu pun Pelindo II, tidak hanya kelas utama, tetapi pelabuhan kelas 1 layaknya Pontianak juga diperkuat sejumlah aplikasi.
Menurut General Manager Pelindo II Cabang Pontianak, Adi Sugiri, di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu, pihaknya juga melakukan digitalisasi sejak 2015 dengan penggunaan TOS OPUS. “Yang terbaru Februari lalu, kami mengaplikasikan aplikasi nonpeti kemas (NPK) stripping dan stuffing untuk perencanaan dan pengendalian operasi di lapangan penumpukan
peti kemas,” ujar Adi.
Dengan penggunaan aplikasi itu, penanganan peti kemas meningkat dari 36 boks per jam menjadi 49 boks per jam. Pada triwulan III 2019, pihaknya akan melengkapi lagi dengan aplikasi NPK TOS.
Dengan penerapan teknologi digital di terminal peti kemas, pelabuhan itu berhasil menekan biaya angkut kontainer hingga Rp2,1 juta per TEU (satuan unit kontainer ukuran 20 kaki). Sebelum penerapan TOS, biaya angkut kontainer mencapai Rp4,6 juta per TEU. Saat ini biaya angkut kontainer di pelabuhan hanya Rp2,5 juta per TEU.
LPI
Dari sisi kinerja, digitalisasi juga langsung berimbas pada kapasitas penanganan (throughput) peti kemas yang naik dari tahun ke tahun. Sejak 2010, rata-rata pertumbuhan throughput peti kemas di Pelabuhan Pontianak naik rata-rata sebesar 5,4%.
“Dengan lahan terminal peti kemas yang tidak bertambah (luas 4 hektare), penanganan peti kemas pada 2018 bisa hampir 300 ribu TEUs. Bandingkan dengan kinerja terminal peti kemas pada 2014 hanya 176.906 TEUs,” tuturnya.
Selain itu, dwelling time (penanganan bongkar muat peti kemas) di Pelabuhan Pontianak mencapai 7 hari pada 2013. Saat ini digitalisasi menurunkan dwelling time hanya menjadi 3 hari.
Efisiensi itu menguntungkan pengguna jasa serta meningkatkan kinerja Pelindo. Ujungnya, hal itu memperlancar kinerja ekspor nasional.
Berbagai inisiatif itu ternyata membuahkan hasil. Bank Dunia mengeluarkan laporan logistics performance index (LPI) yang terbit dua tahun sekali berdasarkan hasil survei kepada para profesional logistik di negara-negara wilayah operasinya.
Chairman Supply Chain Indonesia, Setijadi, menjelaskan bahwa LPI pada 2018 di 160 negara menempatkan Indonesia pada posisi ke-46. Pada periode sebelumnya, yaitu 2016, LPI Indonesia berada di posisi ke-63.
“Digitalisasi pelabuhan memungkinkan pengguna dan penyedia jasa kepelabuhanan untuk bertukar data dan dokumen secara real time,” ujar Setijadi, kemarin. (Ant/S-4)
Upaya itu kembali diperkuat melalui penyelenggaraan Penglipuran Village Festival XII yang diadakan pada 10-12 Juli 2025, di Desa Adat Penglipuran.
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) menghadirkan vending machine berisi produk usaha mikro dan kecil (UMKM) di Pelabuhan Ajibata, Danau Toba,
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo Regional 4 Pantoloan mencatat capaian signifikan dalam memperkuat konektivitas logistik Sulawesi Tengah.
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, melalui subholding-nya PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL) mencatat kemajuan dalam pembangunan Bali Benoa Marina.
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo menyalurkan 924 ekor hewan kurban kepada masyarakat di sekitar wilayah operasional dalam merayakan Idul Adha 1446 Hijriah.
Group Head Sekretariat Perusahaan Pelindo, Ali Sodikin, mengungkapkan data menunjukkan bahwa 5%–10% anak usia prasekolah dan sekitar 25% anak usia sekolah mengalami gangguan penglihatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved