Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Industri perhiasan merupakan salah satu sektor andalan bagi perekonomian nasional lantaran memiliki kontribusi besar dalam kegiatan ekspor.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat nilai ekspor produk perhiasan Indonesia mencapai US$2,05 miliar sepanjang 2018. Singapura, Swiss, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab menjadi negara-negara tujuan utama.
Saat ini, Indonesia menempati peringkat kesembilan dunia sebagai eksportir perhiasan dengan pangsa pasar lebih dari 4%.
Melihat potensi yang sangat baik itu, Kemenperin mendorong industri kecil dan menengah (IKM) untuk turut serta terlibat lebih banyak di dalam sektor tersebut.
"Kami ingin pelaku IKM perhiasan nasional ikut terlibat dalam pameran-pameran yang berskala internasional. Salah satunya pada ajang Jakarta International Jewellery Fair 2019 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Perhiasan Emas dan Permata Indonesai (APEPI) pada tanggal 4-7 April 2019 di Jakarta Convention Center," ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih melalui keterangan resmi, Jumat (5/4).
Baca juga: Pameran Perhiasan Selalu Diburu Konsumen
Dengan mengikuti pameran bertaraf internasional, para pelaku usaha akan bertemu dengan para pembeli-pembeli potensial dari berbagai negara sehingga peluang untuk membuka akses pasar yang lebih besar menjadi terbuka lebar.
Kemenperin sendiri memfasilitasi 30 IKM perhiasan yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Malang, Mataram, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Martapura, Demak, Bandung, Bogor, Banten, Aceh, Solo, Papua Barat, Bengkulu dan Jakarta.
Ia pun optimistis, dengan gencarnya kegiatan promosi secara offline, penjualan dan ekspor akan terdongkrak naik. (OL-7)
"Iya 200 lebih, detailnya tanya ke Kemenperin. Kalau kami hanya memantau apakah perusahaan itu melaksanakan mekanisme protokol pencegahan Covid-19 atau tidak."
Masih ada perusahaan yang tidak masuk daftar pengecualian, tetapi tetap beroperasi. Sanksi tegas pun diberikan apabila perusahaan itu masih membandel.
"Ya (dicabut). Toh hanya kurang lebih 1 bulan saja. Kecuali produksi bahan-bahan yang memang diperlukan saat pandemi ini," kata Abdul Azis.
"Ini masalah komunikasi. Seharusnya Kemenperin yang mengikuti pemprov karena pemprov yang memegang komando di daerah itu."
Jumlah perusahaan yang beroperasi selama penerapan PSBB di Jakarta pun semakin bertambah.
Diketahui, ada 200 lebih perusahaan yang mendapatkan izin dari Kemenperin. Hal ini lah, sebut Zita yang bisa membuat pembatasan sosial gagal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved